• Sabtu, 27 September 2025

PPUKI: Masih Banyak Pabrik Beli Singkong Dibawah Ketentuan Instruksi Gubernur

Kamis, 25 September 2025 - 11.40 WIB
35

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang memperketat syarat impor ubi kayu atau singkong dan produk turunannya, seperti tepung tapioka dan etanol, disambut positif oleh petani.

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, menuturkan kebijakan tersebut sudah lama ditunggu. Namun, sejak awal Januari 2025 sampai saat ini, harga singkong di Lampung masih jauh di bawah harapan.

"Petani masih menjual singkong dengan harga rendah. Pabrik membeli di bawah ketentuan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025. Harga seharusnya Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen tanpa mengukur kadar pati, tapi kenyataannya jauh di bawah itu," kata dia saat dimintai keterangan, Kamis (25/9/2025).

Ia menjelaskan, sebagian pabrik masih membeli singkong di bawah Rp1.000 per kilogram dengan rafaksi mencapai 40 persen.

Akibatnya, harga bersih yang diterima petani hanya Rp500 hingga Rp600 per kilogram. Kondisi ini memaksa petani tetap menjual karena tidak ada pilihan lain, meskipun hasil yang diterima sangat merugikan.

"Selain soal harga, distribusi singkong ke pabrik juga terkendala. Petani harus antre panjang agar singkong bisa diterima," kata dia.

Dalam pertemuan dengan sejumlah kementerian di Jakarta pekan lalu, perwakilan PPUKI dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur menyampaikan usulan terkait harga acuan nasional.

Petani meminta agar harga minimal singkong ditetapkan Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen. Selain itu, mereka juga mengusulkan agar pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) tepung tapioka di kisaran Rp6.500–Rp8.500 per kilogram.

Dasrul menambahkan, standardisasi alat ukur kadar pati (aci) juga sangat penting agar tidak ada pihak yang dirugikan. Menurutnya, perjuangan petani bukan hanya untuk menaikkan harga singkong, melainkan juga untuk menjaga keberlangsungan industri tapioka dalam negeri.

"Petani ingin berjalan bersama pengusaha dalam posisi yang seimbang. Kalau usaha petani berkelanjutan, industri tapioka juga ikut terjaga," ujarnya.

Dengan kondisi harga yang masih jauh dari layak, petani berharap pemerintah tidak hanya memperketat impor, tetapi juga segera mengeluarkan kebijakan yang dapat melindungi harga singkong di dalam negeri. (*)