Dishut Lampung Akui Masih Terjadi Perubahan Tutupan Hutan, Dorong Petani Terapkan Agroforestri

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, saat dimintai keterangan di Hotel Emersia, Rabu (1/10/2025). Foto: Ria/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menyebutkan adanya penurunan signifikan tutupan hutan di Lampung dalam dua dekade terakhir, mencapai 303 ribu hektare sejak 2001 hingga 2023.
Saat dimintai keterangan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, tidak menampik masih terjadi perubahan tutupan hutan, termasuk adanya pembukaan lahan baru oleh masyarakat.
Namun, pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan laju kerusakan dengan mendorong pola budidaya berkelanjutan melalui skema perhutanan sosial.
"Kalau bicara data, saya harus pastikan dulu angka itu asalnya dari mana. Tetapi saya memang tidak memungkiri saat ini masih terjadi perubahan tutupan, dalam arti masih ada pembukaan-pembukaan lahan baru. Itu tidak kami pungkiri," ujarnya saat dimintai keterangan, Rabu (1/10/2025).
Yanyan menjelaskan jika pihak nya mendorong petani, khususnya petani kopi melalui perhutanan sosial untuk mengubah pola budidaya dari monokultur kopi menuju agroforestri.
Langkah tersebut dilakukan agar pengelolaan hutan tidak hanya bernilai ekonomi tetapi juga berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan.
"Walaupun saat ini hasilnya belum sepenuhnya terlihat, di beberapa titik sudah mulai tampak perubahan tutupan. Beberapa kelompok petani telah mengubah pola budidaya, dan ini merupakan proses yang berkelanjutan," kata dia.
Baca juga : Dua Dekade, Lampung Kehilangan 303 Ribu Hektar Hutan, Walhi: Pemerintah Tutup Mata!
Meski demikian, Yanyan mengakui masih ada praktik pembukaan lahan ilegal, terutama menjelang musim kemarau, biasanya untuk penanaman kopi.
Ia menegaskan, perhutanan sosial tidak dimaksudkan sebagai ngapling kawasan, melainkan memberikan akses legal kepada petani yang sudah terlanjur berada di kawasan hutan, sekaligus memberikan pembinaan.
"Kalau pembukaan ilegal jelas tidak boleh. Ada sanksi hukum, bahkan bisa dipidana. Tetapi tantangannya, sulit melakukan penindakan jika tidak tertangkap tangan karena biasanya pembukaan lahan terjadi di lokasi terpencil," katanya.
Dinas Kehutanan Lampung memantau perubahan tutupan hutan melalui aplikasi Global Forest Watch. Perubahan tutupan, kata Yanyan, tidak semata akibat pembukaan lahan, tetapi juga bisa karena faktor alami, misalnya pohon tumbang.
Sebagai langkah pencegahan, pihaknya memasang papan larangan (plang) di sejumlah titik rawan, seperti di Kota Agung, Kabupaten Tanggamus. Upaya ini terbukti efektif karena lahan yang sudah dipasangi plang kemudian ditinggalkan oleh pelaku pembukaan.
"Prinsipnya, perhutanan sosial adalah jalan tengah. Petani diberi akses legal, dibina untuk budidaya agroforestri, sekaligus diajak bertanggung jawab menjaga kawasan. Mereka juga punya kewajiban melaporkan bila ada aktivitas ilegal di sekitar lahannya," tegas Yanyan.
Dengan pendekatan ini, Yanyan optimistis bahwa dalam jangka panjang perubahan tutupan hutan ke arah yang lebih baik akan semakin merata di seluruh wilayah Lampung, baik di hutan lindung maupun hutan produksi. (*)
Berita Lainnya
-
Pengamat Ekonomi: Pariwisata Lampung Belum Maksimal Sumbang PAD
Rabu, 01 Oktober 2025 -
Dua Dekade, Lampung Kehilangan 303 Ribu Hektar Hutan, Walhi: Pemerintah Tutup Mata!
Rabu, 01 Oktober 2025 -
Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia Vahry Lilam Putra Tembus Final Pilmapres 2025
Rabu, 01 Oktober 2025 -
Herlinawati Qudrotul Pimpin Perwosi Tulang Bawang, Dorong Perempuan Aktif di Dunia Olahraga
Rabu, 01 Oktober 2025