303 Ribu Hektar Hutan Lampung Hilang, Irfan: Berubah Jadi Lahan Perkebunan Skala Besar, Yanyan: Masih Ada Praktik Pembukaan Lahan Ilegal

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri dan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung mencatat, hutan di Provinsi Lampung seluas 303 ribu hektar hilang dalam kurun waktu 2001 hingga 2023 atau selama dua dekade.
Salah satu penyebab utamanya adalah alih fungsi hutan menjadi lahan industri perkebunan skala besar, seperti kelapa sawit dan tebu.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menjelaskan penurunan drastis tutupan hutan tersebut sebagian besar disebabkan oleh konversi lahan untuk kepentingan industri perkebunan, terutama kelapa sawit dan tebu.
“Dari angka lebih dari 303 ribu hektar kehilangan tutupan hutan itu, yang paling besar adalah di kawasan hutan produksi dengan persentase sekitar 70 persen. Selanjutnya, disusul oleh kawasan hutan lindung dan hutan konservasi,” jelas Irfan, Rabu (1/10/2025).
Irfan menambahkan, meski sebaran perkebunan besar tidak berada di hutan konservasi maupun hutan lindung, namun keberadaannya tetap menggerus luas tutupan hutan alam.
“Di hutan produksi itu banyak ditanami tanaman semusim, tebu, bahkan singkong. Jadi tutupan lahannya semakin terdegradasi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sejumlah perusahaan pemegang izin, seperti PT Inhutani, yang meskipun legal justru kerap menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan sanksi tegas kepada perusahaan bermasalah.
“Kasus besar seperti Mesuji berdarah yang melibatkan PT Inhutani saja tidak ada sanksinya. Jelas ada kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum,” ujar Irfan.
Menurutnya, kerusakan hutan ini berdampak serius terhadap lingkungan dan masyarakat, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya risiko banjir, kekeringan, hingga berkurangnya sumber air bersih.
“Walhi mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret menghentikan laju kerusakan hutan di Lampung. Jika tidak, krisis ekologis akan semakin parah dan menyulitkan kehidupan masyarakat ke depan,” tegasnya.
Staf Kampanye dan Jaringan Walhi Lampung, Annisa Despitasari, menambahkan kehilangan hutan masif ini juga melepaskan emisi karbon sekitar 161 juta ton CO₂e yang berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim.
“Penyebab utamanya adalah alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan industri perkebunan skala besar. Catatan Walhi menunjukkan sekitar 108.909 hektar kawasan hutan di Lampung telah diberikan izin usaha pemanfaatan, mayoritas dikelola korporasi besar seperti PT Inhutani V, PT Silva Inhutani Lampung, dan PT Budi Lampung Sejahtera,” ungkap Annisa, Senin (29/9/2025).
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, tidak membantah masih terjadi perubahan tutupan hutan di Lampung, termasuk adanya pembukaan lahan baru oleh masyarakat.
“Kalau bicara data, saya harus pastikan dulu asalnya dari mana. Tapi memang masih ada pembukaan lahan baru. Itu tidak kami pungkiri,” kata Yanyan, Rabu (1/10/2025).
Ia mengatakan pemerintah daerah berupaya menekan laju kerusakan hutan dengan mendorong pola budidaya berkelanjutan melalui skema perhutanan sosial, seperti mengubah pola tanam kopi monokultur menjadi agroforestri.
“Walaupun hasilnya belum sepenuhnya terlihat, di beberapa titik sudah tampak perubahan. Beberapa kelompok petani mulai beralih ke pola agroforestri, ini proses berkelanjutan,” jelasnya.
Yanyan juga mengakui masih ada praktik pembukaan lahan ilegal, terutama menjelang musim kemarau. Namun, penindakan sulit dilakukan jika tidak tertangkap tangan karena biasanya terjadi di lokasi terpencil.
“Kalau pembukaan ilegal jelas tidak boleh. Ada sanksi hukum, bahkan bisa pidana. Tantangannya adalah penindakan di lapangan,” ungkapnya.
Dishut Lampung, kata Yanyan, memantau perubahan tutupan hutan melalui aplikasi Global Forest Watch. Pihaknya juga memasang papan larangan di sejumlah titik rawan seperti di Kota Agung, Tanggamus.
“Prinsipnya perhutanan sosial adalah jalan tengah. Petani diberi akses legal, dibina untuk agroforestri, sekaligus bertanggung jawab menjaga kawasan. Mereka juga wajib melaporkan bila ada aktivitas ilegal di sekitar lahannya,” tegas Yanyan.
Dengan pendekatan tersebut, Yanyan optimistis perubahan tutupan hutan ke arah yang lebih baik akan semakin merata di seluruh Lampung, baik di hutan lindung maupun hutan produksi. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 02 Oktober 2025 dengan judul “303 Ribu Hektar Hutan Lampung Hilang”
Berita Lainnya
-
PPPK Tahap II Pemprov Lampung Kecewa SK Hanya Berlaku 1 Tahun
Kamis, 02 Oktober 2025 -
Iskandar: Wartawan Harus Patuhi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik
Rabu, 01 Oktober 2025 -
Sengketa Mobil Pajero, Ternyata Kredit Macet 18 Bulan dan Digadai ke Anggota Polisi
Rabu, 01 Oktober 2025 -
OMI Lampung 2025 Resmi Dibuka, Madrasah Didorong Cetak Generasi Emas
Rabu, 01 Oktober 2025