• Selasa, 07 Oktober 2025

Dana Transfer Dipangkas, Dedy Hermawan Dorong Pemda Lampung Berinovasi Kelola Anggaran

Selasa, 07 Oktober 2025 - 14.36 WIB
13

Pengamat kebijakan publik Universitas Lampung, Dedy Hermawan. Foto: Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam Rancangan APBN 2026 oleh pemerintah pusat mulai menimbulkan kekhawatiran di sejumlah daerah, termasuk di Provinsi Lampung. Kebijakan efisiensi fiskal itu dinilai dapat mempersempit ruang gerak pembangunan di tingkat daerah yang selama ini sangat bergantung pada dana transfer pusat.

Pengamat kebijakan publik Universitas Lampung, Dedy Hermawan, menilai pemangkasan TKD memang menjadi tantangan berat bagi banyak pemerintah daerah. Pasalnya, sebagian besar pembiayaan sektor vital seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan bersumber dari transfer pusat.

“Dampak paling nyata dari pemotongan ini adalah berkurangnya kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan. Belanja publik akan terbatas, terutama untuk sektor-sektor dasar seperti jalan, drainase, jembatan, sekolah, dan fasilitas kesehatan,” ujar Dedy, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, ketika anggaran transfer menurun, pemerintah daerah berpotensi mengalami kesulitan menjaga keberlanjutan proyek fisik dan sosial yang sedang berjalan. Akibatnya, masyarakat bisa langsung merasakan penurunan kualitas layanan publik.

“Banyak masalah yang bisa muncul — dari perbaikan jalan yang tertunda, sekolah yang tidak diperluas, sampai penanganan sampah dan banjir yang melambat. Karena itu, daerah tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada pusat,” jelasnya.

Dedy menegaskan bahwa kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih kreatif, adaptif, dan inovatif dalam mengelola anggaran. Pemda perlu memperkuat sumber pendapatan asli daerah (PAD) melalui kebijakan yang produktif dan efisien, tanpa menambah beban masyarakat.

“Daerah harus mulai berpikir di luar pola lama. Kuncinya ada pada kreativitas dan kolaborasi. Pemda perlu mendorong investasi, menjalin kemitraan dengan sektor swasta, serta melakukan efisiensi internal agar belanja publik tetap berjalan,” ujarnya.

Selain itu, Dedy juga mendorong pemerintah daerah untuk aktif berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar proyek strategis nasional dapat diarahkan ke wilayahnya. Dengan begitu, pembiayaan pembangunan tidak seluruhnya dibebankan pada APBD.

“Daerah tidak boleh pasif. Justru di tengah keterbatasan ini, mereka harus memperjuangkan agar program pusat bisa digelontorkan ke daerah, terutama yang berdampak langsung terhadap pelayanan publik,” pungkasnya. (*)