Dana Transfer ke Metro Dipangkas Rp161 Miliar, Pemkot Siapkan Strategi Bertahan

Wakil Wali Kota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana. Foto: Dok Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro
- Gelombang pengetatan fiskal nasional kini mulai terasa hingga ke daerah.
Pemerintah Kota (Pemkot) Metro dipastikan akan mengalami pemangkasan dana
transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp161 miliar pada tahun 2026, menyusul
kebijakan Kementerian Keuangan yang memangkas total Rp200 triliun alokasi
transfer untuk seluruh daerah di Indonesia.
"Sebelum
penyesuaian, TKD Metro 2026 berada di kisaran Rp665 miliar. Setelah
pemangkasan, tinggal sekitar Rp504 miliar,” kata Wakil Wali Kota Metro, Dr. M.
Rafieq Adi Pradana kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, pemotongan
terbesar terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU) termasuk komponen DAU yang
penggunaannya ditentukan oleh pusat, disusul DAK Fisik dan sebagian Dana Bagi
Hasil (DBH).
Rafieq menjelaskan,
TKD selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan layanan dasar di daerah,
mulai dari gaji dan tunjangan ASN, program pendidikan, kesehatan, pekerjaan
umum, air minum, sanitasi, hingga perumahan rakyat. Selain itu, sebagian TKD
juga menopang stabilisasi fiskal daerah dan insentif kinerja pelayanan publik.
“Dengan pemangkasan
ini, ruang fiskal kita semakin sempit. Dampak langsungnya adalah pengetatan
belanja wajib, penundaan proyek fisik, dan penurunan pagu OPD. Efek tidak
langsungnya, kemampuan menjaga kualitas layanan publik dan kecepatan menurunkan
kemiskinan serta pengangguran menjadi lebih menantang,” ujarnya.
Rafieq mengakui,
risiko terhambatnya kegiatan pembangunan daerah memang tidak bisa dihindari,
terutama proyek-proyek infrastruktur dasar dan peningkatan kapasitas layanan
publik. Namun demikian, Pemkot Metro berkomitmen agar Standar Pelayanan Minimal
(SPM) tetap berjalan.
"Kami akan
melakukan re-sequencing program dan fokus ke kegiatan berdampak besar bagi
warga. Pembangunan tetap harus berlanjut, meski dengan penyesuaian strategi,”
katanya lagi.
Sebagai langkah
mitigasi, Pemkot Metro menyiapkan paket strategi bertahan melalui kombinasi
efisiensi, inovasi pendanaan, dan penguatan pendapatan asli daerah (PAD).
Langkah pertama adalah
refocusing dan reprioritization belanja ke program dengan indikator kinerja
utama (IKU) tinggi dan manfaat langsung bagi masyarakat. Pemerintah juga akan
memperketat efisiensi belanja operasional serta memastikan prinsip value for
money dalam seluruh pengadaan barang dan jasa.
Di sisi lain, Pemkot
mengupayakan pendanaan alternatif dengan mengakses program kementerian/lembaga
(K/L) tahun 2026 seperti hibah, barang/jasa, dan proyek penugasan balai.
Selain itu, Metro juga
membuka peluang menggunakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),
Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) skala kota, serta memanfaatkan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL)
BUMN untuk sarana sosial.
“PAD juga kita genjot,
lewat intensifikasi PBB-P2, pajak penerangan jalan, dan retribusi daerah.
Digitalisasi pajak akan dipercepat agar pendataan dan penagihan lebih
transparan,” tegasnya.
Rafieq menilai,
pemangkasan ini menjadi pengingat keras bagi banyak pemerintah daerah di
Lampung yang masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap TKD.
“Basis PAD kita sempit.
Struktur ekonomi daerah masih didominasi sektor jasa dan perdagangan skala
UMKM, sementara kewenangan penetapan tarif dan objek pajak banyak diatur
pusat,” jelasnya.
Faktor lain yang
memperlemah kemandirian fiskal daerah adalah belanja pegawai yang besar serta
keterbatasan aset produktif yang bisa dimonetisasi.
“Akibatnya, porsi PAD
terhadap total pendapatan daerah belum cukup menopang pembangunan tanpa TKD,”
tambahnya.
Untuk memperkuat daya
tahan fiskal, Pemkot Metro akan mendorong PAD berkualitas dan berkelanjutan.
Caranya dengan memperbaiki pendataan objek pajak, menutup celah kebocoran,
memperluas basis pajak, serta mengoptimalkan aset daerah melalui sertifikasi,
kerja sama pemanfaatan, atau sewa jangka panjang.
Selain itu, Pemkot
akan lebih agresif masuk ke program K/L berbasis data dan IKU, memanfaatkan
peluang hibah barang/jasa dan proyek nasional yang bisa didelegasikan ke
daerah.
"Di sektor
pembiayaan, Metro menargetkan penggunaan SBSN untuk rumah sakit dan air minum,
PHLN untuk proyek air limbah dan transportasi, serta KPBU untuk infrastruktur
layanan dasar," paparnya.
Belanja daerah juga
akan lebih tajam melalui portofolio manajemen proyek, zero-based review untuk
kegiatan rutin, serta benefit tracking untuk memastikan setiap proyek memberi
dampak nyata.
"Kuncinya
kolaborasi, kita perlu libatkan TJSL BUMN, dunia usaha lokal, dan komunitas
untuk mendukung program sosial-lingkungan seperti bank sampah, ruang terbuka
hijau, hingga internet publik. Dengan strategi ini, kita tetap bisa menjaga
arah pembangunan meski fiskal kita dipangkas," bebernya.
Pemangkasan Rp161
miliar dalam TKD 2026 menjadi tantangan besar bagi Pemkot Metro untuk menjaga
keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan kualitas pelayanan publik. Namun
dengan langkah refocusing, efisiensi, serta diversifikasi sumber pembiayaan,
Metro berupaya mengubah krisis menjadi momentum reformasi fiskal daerah.
“Bagi kami,
keterbatasan bukan alasan untuk berhenti membangun. Tapi panggilan untuk
berinovasi,” tandas Wakil Wali Kota Metro. (*)
Berita Lainnya
-
Irigasi Rusak, Produksi Padi Metro Tergerus Ribuan Ton
Selasa, 07 Oktober 2025 -
Buronan Kasus Penggelapan Motor di Metro Akhirnya Ditangkap Setelah Tiga Bulan Sembunyi
Selasa, 07 Oktober 2025 -
Pelantikan PPPK Paruh Waktu di Metro Berpotensi Mundur
Senin, 06 Oktober 2025 -
Polisi Gagalkan Tawuran Pelajar di Metro, Tujuh Sajam Disita
Senin, 06 Oktober 2025