Pemprov Lampung Perkuat UPTD PPA, 660 Korban Kekerasan Telah Ditangani Hingga Oktober 2025

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung, Hanita Farial. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lampung masih seperti fenomena gunung es, hanya sedikit yang terlihat di permukaan namun banyak kasus lain yang belum terlaporkan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung, Hanita Farial, mengatakan hingga Oktober 2025 di Provinsi Lampung tercatat ada 611 kasus dengan korban berjumlah 660 yang tersebar di 15 Kabupaten/Kota.
Menurutnya, pencegahan sudah berjalan dengan baik dimana di dalam proses sosialisasi pencegahan kekerasan di Provinsi Lampung juga ditekankan bahwa kita harus berani "speak up" mengungkap kekerasan, baik yang kita alami atau yang kita lihat.
"Dalam setiap sosialisasi, kami tekankan pentingnya berani speak up mengungkapkan kekerasan yang dialami atau disaksikan. Semakin banyak yang berani melapor, semakin cepat pula kita bisa memberikan perlindungan," kata Hanita, saat dimintai keterangan, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, Provinsi Lampung telah membentuk UPTD PPA yang khusus bertugas memberikan layanan penanganan bagi masyarakat yang menjadi korban tindak kekerasan.
UPTD ini diharapkan menjadi ujung tombak pemerintah dalam penanganan kasus, agar masyarakat semakin percaya bahwa negara hadir untuk melindungi.
"Sehingga masyarakat memiliki kepercayaan terhadap pemerintah yang telah hadir di tengah masyarakat khususnya dalam proses penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak," jelasnya.
Hanita menjelaskan, faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kekerasan di Lampung adalah budaya patriarki dan ketimpangan kuasa. Banyak norma sosial yang masih menempatkan laki-laki dalam posisi lebih dominan dibanding perempuan.
"Perempuan atau anak dianggap dibawah, sehingga tidak dihormati atau dianggap tidak perlu suara atau pendapatnya. Dan seringkali melupakan hak-hak perempuan dan anak," jelasnya.
Selain itu, aib keluarga, ketergantungan ekonomi terhadap suami, serta lemahnya ketahanan keluarga juga menjadi faktor pemicu. Tekanan ekonomi seringkali memicu konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan domestik.
"Masih banyak masyarakat di daerah yang menganggap bahwa menjadi korban kekerasan khususnya seksual merupakan aib keluarga," tegasnya.
Selain itu, pengawasan dari orang tua yang kurang, pola asuh yang tidak sesuai dengan kondisi anak, lingkungan hingga pengaruh perkembangan teknologi dan media sosial.
Kemudahan akses ke media sosial dan konten yang tidak sesuai usia menjadi penyebab terjadinya kontak yang tidak aman, grooming hingga pelecehan via Daring.
"Misalnya kasus remaja berkenalan di Medsos kemudian menjadi korban kekerasan seksual.
Kemudian kurang berdayanya korban atau takut melapor. Relasi kuasa dalam rumah tangga membuat korban merasa tidak berdaya, takut akan ancaman atau konsekuensi jika melapor," kata dia.
Selanjutnya adalah kurangnya pengetahuan atau kesadaran tentang hak dan jalan pelaporan atau pengaduan. Masyarakat kadang tidak tahu bahwa mereka bisa melapor atau bagaimana prosedurnya.
Perlindungan hukum dan regulasi yang belum optimal atau belum diterapkan secara konsisten. Sistem layanan pengaduan atau pelayanan korban belum merata atau aksesnya terbatas.
"Pelaku sering orang dekat korban atau keluarga sendiri, tetangga, teman sehingga korban sulit melapor karena rasa takut, malu, atau tekanan sosial," tegasnya.
Menurutnya, data menyebut bahwa korban dengan pendidikan SMP, SMA, bahkan SD cukup banyak. Remaja di usia sekolah menengah masih sangat rentan.
Kurangnya pendidikan seksual yang memadai dan pemahaman mengenai hak-hak anak atau perempuan di sekolah dan rumah. Ini meningkatkan risiko mereka menjadi korban.
"Jenis kekerasan yang terjadi diantaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran anak, ABH, KBGO, KDRT dan TPPO," jelasnya.
Menurutnya, Provinsi Lampung telah membentuk UPTD PPA yang khusus untuk memberikan layanan penanganan bagi masyarakat yang menjadi korban tindak kekerasan sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomot 55 tahun 2025.
Selain itu UPTD PPA Provinsi Lampung memiliki pendamping kasus atau tim profesi yang terdiri dari advokat yang memiliki sertifikat SPPA, psikolog Klinis, pendamping psikologis, pendamping hukum dan konselor pendidikan.
"Langkah-langkah yang diambil untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak diantaranya layanan pelaporan atau pengaduan. Dimana ada layanan pengaduan via call center atau layanan publik," tuturnya.
Selain itu korban bisa melapor ke Dinas PPPA Provinsi melalui nomor telepon, WhatsApp, SMS. Ada integrasi pelaporan lewat aplikasi seperti Lampung-in yang dioptimalkan sebagai pusat pelaporan masyarakat, terhubung dengan sistem Kementerian PPPA.
Selanjutnya untuk program atau kegiatan pencegahan diantaranya dukasi pola asuh sehat, kesetaraan gender, perlindungan anak.
Program Desa Tapis menjadi salah satu unggulan daerah yang berfokus pada pencegahan stunting, pengentasan kemiskinan, pengembangan UMKM, pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, serta perlindungan kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, pemuda, dan Lansia.
"Program ini juga mengintegrasikan ketahanan pangan, pelestarian lingkungan, revitalisasi posyandu, dan pembukaan lapangan kerja," kata dia.
Kemudian penguatan kelembagaan dan regulasi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung No. 2 Tahun 2021 tentang Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Peraturan Gubernur No. 62 Tahun 2021 tentang Mekanisme Pencegahan, Penanganan, dan Reintegrasi Sosial Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan.
"Komitmen bersama antara Pemprov Lampung, Menteri PPPA, pemerintah kabupaten/kota untuk pembangunan responsif gender dan ramah anak," katanya.
Kemudian menerbitkan Surat Gubernur No. 463/4826/V.19/2023 tentang Dukungan Transformasi PATBM Menjadi LKD.
Hal ini dilakukan untuk mendorong penguatan PATBM desa yang awalnya bersifat gerakan komunitas agar kuat statusnya sebagai LKD yang setara dengan LKD lainnya, sehingga mendapatkan jaminan penganggaran program dan keberlanjutan.
"Pelibatan masyarakat dan Kolaborasi Mitra Jejaring. Kolaborasi dengan organisasi perempuan, PKK, organisasi masyarakat, lembaga pendamping, organisasi agama, lembaga siswa, dan kelompok masyarakat lainnya," kata dia.
Menguatkan jaringan PUSPA (Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) yang berperan sebagai simpul kolaborasi lintas sektor dalam pencegahan kekerasan dan pemberdayaan perempuan.
Bekerja sama dengan lembaga pemerhati anak dalam pendampingan kasus, edukasi masyarakat, dan pelatihan kader perlindungan anak berbasis komunitas.
"Program berbasis masyarakat seperti PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) yang melibatkan masyarakat di tingkat desa atau kelurahan," jelasnya.
Desa binaan seperti Desa Siger sebagai proyek percontohan yang melibatkan pemerintah desa dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
Selain itu terdapat program inovasi baru yakni KKN Tematik Perlindungan Anak 2025. Program ini diselenggarakan atas inisiatif Dinas PPPA Provinsi Lampung bekerjasama dengan UIN Raden Intan Lampung dan Lembaga masyarakat mitra jejaring (YPSK LDA).
Kuota untuk KKN Tematik Perlindungan Anak ada 77 mahasiswa dari tiga program studi, yaitu Psikologi Islam, Bimbingan dan Konseling Islam, serta Hukum Keluarga Islam.
"Ini dilakukan guna meningkatkan kesadaran hak anak, mengedukasi masyarakat di desa/kelurahan mengenai pola asuh yang membangun dan yang merusak, dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan fisik, psikis, bahkan kekerasan berbasis digital," kata dia.
Pembekalan untuk mahasiswa diselenggarakan di tingkat provinsi sebelum diterjunkan ke lapangan. Program ini membangun jaringan antara kampus, pemerintah daerah termasuk Dinas PPPA, dan masyarakat.
"Kolaborasi ini sangat penting agar program perlindungan anak tidak hanya menjadi formalitas, tetapi bisa diintegrasikan pada pembangunan desa/kelurahan," katanya.
KKN tersebut menjadi contoh nyata kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, sekaligus memperkuat komitmen daerah menuju Provinsi Layak Anak. (*)
Berita Lainnya
-
611 Kasus Kekerasan di Lampung, DAMAR: Cermin Rapuhnya Perlindungan Perempuan dan Anak
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Nusantara Lampung FC Diluncurkan Besok, Uji Tanding Lawan Sriwijaya FC
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Tinggi, Pengamat Desak Aparat Hukum Bertindak Tegas
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Universitas Saburai Wisuda 344 Lulusan, Rektor Sodirin Tegaskan Awal Pengabdian untuk Bangsa
Sabtu, 11 Oktober 2025