• Selasa, 14 Oktober 2025

Napi Rutan Kotabumi Lampura Kabur Diduga Alami Penganiayaan, Karutan: Laporkan ke Pihak Berwajib

Selasa, 14 Oktober 2025 - 11.36 WIB
124

Rutan kelas IIB Kotabumi, Tanggamus. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Utara - Dua narapidana Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotabumi mencoba melarikan diri melalui jendela ruang klinik pada Jumat (10/10/2025) lalu. Namun, keduanya berhasil ditangkap kembali oleh petugas.

Pihak Rutan Kelas IIB Kotabumi menerangkan, kedua napi tersebut masing-masing bernama Febran Hariansyah bin Ersan (20) dan M. Roni bin M. Tohir (20).

Namun, fakta mengejutkan muncul setelah keduanya tertangkap. Saat diamankan, keduanya dalam kondisi sehat. Namun satu hari kemudian, Febran harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Handayani Kotabumi.

"Pada hari Rabu sebelum ada kabar kaburnya napi dari Rutan, saya masih membesuk anak saya, Febran, dalam kondisi sehat walafiat. Lalu Jumatnya, dia menelpon minta saya datang Rabu depan dan meminta uang Rp200 ribu untuk biaya pindah kamar karena tidak betah. Saya sanggupi. Tapi tiba-tiba hari Sabtu saya dapat kabar anak saya meninggal,” jelas Ersan, ayah dari almarhum Febran.

Sudirman, kakak Febran, juga mengungkapkan bahwa selain meminta uang Rp200 ribu untuk pindah kamar, adiknya sempat dipaksa oleh tahanan lain untuk meminum air dari kloset.

"Adik sempat dirawat di rumah sakit, tapi kemudian dipulangkan ke Rutan. Saat kami membesuk, adik dalam kondisi terbaring lemah dengan tangan diborgol. Setelah kami sampai, borgolnya baru dilepas. Ia mengaku sakit di bagian pinggang kanan-kiri dan kepala belakang,” ujar Sudirman.

Baca juga : Kaburnya Napi Kotabumi: Sukses Penangkapan, Gagal Pengawasan, Oleh: Riki Purnama

Kepala Rutan Kelas IIB Kotabumi, Marthen Sibutar-Butar, menampik dugaan penganiayaan tersebut dan meminta pihak keluarga melaporkannya ke pihak berwajib agar dapat ditindaklanjuti secara hukum.

"Izin, tidak ada penganiayaan, Bang. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2015, kami bahkan bisa melakukan tindakan penggunaan kekuatan berkelanjutan, itu ada di Pasal 23. Kami juga akan menindak tegas upaya pelarian tersebut dengan dasar hukum yang jelas, baik dari sisi kelalaian petugas maupun warga binaan,” jelas Marthen.

Marthen menambahkan, tudingan penganiayaan harus disertai bukti kuat karena bisa berimplikasi pada dugaan pencemaran nama baik.

"Terima kasih atas informasinya. Kami akan koordinasikan dengan Polres untuk olah TKP. Informasi ini juga akan saya sampaikan ke Pak Kapolres agar masalah ini bisa jelas, siapa pun yang bersalah, baik dari pihak Rutan maupun keluarga,” pungkasnya.

Publik menilai pihak Rutan harus profesional dan transparan dalam menangani kasus narapidana yang kabur dan diduga mengalami penganiayaan. Jika benar ada tindak pidana penganiayaan di dalam Rutan, maka proses hukum harus tetap berjalan.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gempur Lampura, Ahmad Syarifudin, menilai perlu dilakukan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan kebenaran dugaan penganiayaan tersebut.

"Kami menekankan pentingnya menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk keadaan. Dalam proses penyelidikan, hak-hak narapidana harus tetap dilindungi secara akuntabel dan transparan. Sebab, jika keluarga langsung melapor ke aparat penegak hukum, bisa banyak pertimbangan karena mereka masih di bawah pengawasan Rutan,” jelas Ahmad.

Dalam beberapa kasus, penganiayaan terhadap narapidana dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan dapat dikenakan sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan demi keadilan bagi pihak yang dirugikan. (*)