Pasca Tragedi Sidoarjo, Pemkot Audit 43 PBG Ponpes di Kota Metro

Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana, saat memberikan keterangan terkait hasil audit PBG di Metro. Foto: Arby/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Pasca Tragedi di salah satu pondok pesantren di Sidoarjo yang menelan korban jiwa, perhatian publik terhadap keselamatan bangunan pendidikan keagamaan kembali mencuat.
Pemerintah Kota (Pemkot) Metro pun langsung menelusuri ulang peta kepatuhan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di seluruh pondok pesantren (Ponpes) di wilayahnya.
Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana menegaskan, kepatuhan terhadap PBG bukan hanya persoalan administrasi, melainkan menyangkut keselamatan seluruh warga pesantren.
"PBG adalah pagar keselamatan. Karena itu bagian dari upaya memastikan fungsi bangunan sesuai peruntukan, dari asrama hingga dapur umum,” kata Rafieq, saat dikonfirmasi, Selasa (14/10/2025).
Berdasarkan pemetaan terbaru Pemkot Metro, terdapat 43 pondok pesantren yang terdaftar secara resmi. Dari jumlah tersebut, 16 Ponpes telah memiliki PBG dan dinyatakan sesuai dengan kondisi bangunan di lapangan.
Kemudian, 17 Ponpes sudah memiliki PBG, tetapi belum terverifikasi kesesuaiannya terhadap kondisi bangunan eksisting. Terakhir, 10 Ponpes lainnya belum memiliki PBG sama sekali.
"Yang 16 itu kategori ideal karena dokumen dan fungsi bangunannya klop. Sementara 17 lainnya perlu diverifikasi ulang, biasanya karena ada perubahan tata ruang, penambahan asrama, atau bangunan baru yang belum tercakup dalam dokumen,” jelas Rafieq.
Sebaran kepatuhan antar kecamatan menunjukkan dinamika yang cukup mencolok. Di Metro Utara, tercatat paling tertib dengan enam ponpes berstatus PBG sesuai dan menandakan administrasi dan fungsi bangunan relatif serasi.
Di Metro Barat menjadi kawasan dengan jumlah ponpes tanpa PBG paling banyak, yakni lima unit. Sementara di Metro Selatan memiliki mayoritas ponpes yang telah memegang PBG, tetapi belum seluruhnya dinyatakan sesuai.
"Sedangkan di Metro Timur dan Metro Pusat berada di posisi menengah dengan sejumlah entitas yang masih perlu pembenahan administratif. Pesan kami sederhana, keselamatan tidak boleh menyisakan ruang abu-abu,” tegas Rafieq.
Menurutnya, status sesuai dalam konteks PBG bukan hanya soal kelengkapan dokumen. Status itu berarti denah, peruntukan ruang, dan spesifikasi teknis bangunan termasuk sistem proteksi kebakaran, sirkulasi udara, instalasi listrik, sanitasi, serta akses evakuasi benar-benar mencerminkan kondisi di lapangan.
"Asrama bertingkat, aula kegiatan, dapur umum, ruang kelas dan semuanya punya kebutuhan teknis yang berbeda. PBG yang sesuai memastikan standar keselamatan itu hadir dan dipatuhi,” ujarnya.
Rafieq mengingatkan, bangunan yang beroperasi tanpa PBG atau tidak sesuai PBG berisiko tinggi saat terjadi keadaan darurat maupun pemeriksaan teknis. Selain aspek keselamatan, Rafieq menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap PBG sebagai bentuk akuntabilitas publik.
"Ponpes adalah jantung pendidikan keagamaan kita. Kepastian keselamatan bangunan adalah bagian dari menjaga marwah lembaga dan rasa aman keluarga santri,” harapnya.
Menurutnya, dokumen yang rapi dan valid akan mempermudah proses akreditasi dan penilaian kelembagaan, sekaligus membangun kepercayaan masyarakat terhadap mutu penyelenggaraan pendidikan pesantren.
Meski tidak membeberkan nama lembaga satu per satu, Wakil Wali Kota menekankan pentingnya pembenahan dua hal. Pertama, verifikasi teknis bagi ponpes yang sudah memiliki PBG namun belum sesuai.
Kedua, pemenuhan legalitas bagi ponpes yang belum memiliki PBG agar operasional pembelajaran berjalan dalam koridor hukum dan keselamatan.
"Intinya, kita ingin seluruh ponpes berada dalam kondisi aman secara konstruksi dan tertib secara dokumen,” terangnya.
Rafieq memberikan penjelasannya dengan mengaitkan langkah Pemkot Metro sebagai pelajaran berharga dari insiden di Sidoarjo.
"Tragedi itu mengingatkan kita bahwa dokumen bangunan bukan formalitas. Itu adalah bagian dari ikhtiar menjaga nyawa santri, pengasuh, dan masyarakat sekitar. Kota Metro menempatkan keselamatan sebagai standar yang tidak bisa ditawar,” tandasnya.
Untuk diketahui, sebanyak 51 korban meninggal dunia dalam tragedi robohnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin, 29 September 2025, sekitar pukul 15.00 WIB. (*)
Berita Lainnya
-
Waspada! Nomor Ketua DPRD Metro Ria Hartini Dipakai Minta Bantuan ke Sejumlah Pihak
Selasa, 14 Oktober 2025 -
Tertinggi Ketiga di Lampung, Informasi Pornografi Jadi Pemicu KDRT di Metro
Selasa, 14 Oktober 2025 -
Praperadilan Ditolak, Oknum Kepsek di Metro Bakal Gugat Kapolri
Senin, 13 Oktober 2025 -
Menang Praperadilan, Mantan Kepala DPUTR Metro Kembali Disorot Kejaksaan
Senin, 13 Oktober 2025