• Kamis, 16 Oktober 2025

Ubah Arah Penanganan Stunting, Pemkot Metro Siapkan Rp 23,8 Miliar

Kamis, 16 Oktober 2025 - 11.28 WIB
89

Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Pemerintah Kota Metro bersiap melakukan lompatan paradigma dalam penanganan stunting. Bukan lagi berfokus pada bantuan sesaat, melainkan membangun sistem yang memberdayakan keluarga dan menutup jurang struktural layanan dasar.

Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana, menegaskan bahwa era bagi-bagi bantuan sudah berakhir. Pemerintah daerah kini menyiapkan strategi baru yang lebih berorientasi pada pemberdayaan, disiplin data, dan tata kelola yang presisi.

"APBN sudah mengurus makanannya. APBD kita arahkan untuk memastikan keluarganya berdaya, lingkungannya sehat, dan layanannya presisi. Ini pembagian peran yang adil,” ujar Rafieq, Kamis (16/10/2025).

Dalam rancangan kebijakan tahun depan, Pemkot Metro mengusulkan alokasi sebesar Rp23,8 miliar dari APBD 2026 untuk mendanai strategi besar menuju Zero Stunting 2026.

Anggaran itu, disebut Rafieq, bukan angka simbolis, tetapi hasil kalkulasi kebutuhan riil untuk menutup kesenjangan layanan dasar dan memperkuat ketahanan keluarga.

Rencananya, anggaran Rp23,8 miliar tersebut akan dibagi ke dalam lima prioritas utama. Seluruhnya dirancang untuk memperkuat sistem ketimbang sekadar menambal gejala.

"Yang pertama, menutup kesenjangan sanitasi dan air layak agar risiko infeksi yang menghambat tumbuh kembang anak dapat dieliminasi. Kedua, menguatkan layanan keluarga dan kesehatan reproduksi, terutama dalam edukasi dan pencegahan kehamilan berisiko. Ketiga, memperkuat pemantauan balita di puskesmas dan posyandu, sehingga tidak ada anak yang luput dari ukur-timbang dan tindak lanjut,” jelasnya.

Keempat, memberdayakan ekonomi rumah tangga berisiko stunting melalui pelatihan dan bantuan aset produktif tanpa mekanisme kredit yang membebani.

Kelima, menata ekosistem UMKM pangan bergizi melalui perizinan higienis, pengawasan mutu, dan dukungan pada produksi lokal. Jadi, logika anggarannya harus menurunkan biaya sosial keluarga dan mengangkat produktivitas rumah tangga.

Menurut Rafieq, jika pondasinya kuat maka air, sanitasi, kesehatan keluarga, dan keterampilan ekonomi, maka angka stunting akan turun karena sistemnya bekerja, bukan karena paksaan angka.

Meski tren stunting di Metro menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, beberapa kelurahan sempat mencatat kenaikan sementara pada pertengahan 2025. Bagi Rafieq, kondisi itu menjadi pengingat bahwa pekerjaan rumah belum selesai.

"Angka-angka itu harus membuat kita rendah hati. Kita sudah di jalur yang lebih baik, tetapi belum sampai di garis akhir. Ada tiga tantangan utama yang masih menghambat. Pertama, keterbatasan akses air minum dan sanitasi layak. Kedua, tingginya jumlah keluarga berisiko stunting. Ketiga, rendahnya penggunaan kontrasepsi modern yang berujung pada kehamilan berisiko,” ujarnya.

Persoalan stunting bukan hanya tentang gizi di piring, melainkan tentang sistem yang membuat gizi itu hadir secara rutin dan terjangkau. Rafieq menegaskan, keberhasilan program bukan sekadar pada penurunan angka, tetapi pada keberlanjutan sistem yang menjaga setiap anak tetap tumbuh sehat.

"Tanpa air bersih dan sanitasi layak, perbaikan gizi akan bocor di hilir. Kita tidak bisa hanya mengejar angka. Kita harus mengejar keberlanjutan. Itu beda kelasnya,” tegasnya.

Pemkot Metro juga menyiapkan langkah penguatan integritas data dan transparansi lintas sektor. Rafieq menyebut, Zero Stunting hanya mungkin dicapai jika semua OPD bekerja dalam orkestrasi yang sama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

"Tanpa data yang rapi, kita seperti memadamkan api dalam gelap. Setiap rupiah harus bisa ditelusuri dampaknya. Itu mandat moral kita,” paparnya.

Bagi Rafieq, transparansi dan audit berbasis risiko bukan beban, melainkan alat untuk membuat kebijakan publik semakin presisi dan kredibel.

Ia menekankan bahwa APBD 2026 bukan sekadar deretan angka anggaran, melainkan wujud komitmen memulihkan martabat keluarga sebagai subjek utama pembangunan.

"Kita ingin anak-anak Metro tumbuh tinggi dan kuat karena rumahnya sehat, keluarganya berdaya, dan pasar lokalnya menyediakan pangan bergizi yang terjangkau,” harapnya.

"Target Zero Stunting bukan jargon politik. Semua bisa dicapai secara terhormat bila kita konsisten pada pemberdayaan dan tata kelola yang disiplin. Kalau itu menyatu, barulah pancing itu bekerja tanpa harus diantar setiap hari,” tandasnya.

Langkah Pemkot Metro menyiapkan Rp23,8 miliar bukan sekadar komitmen fiskal, melainkan pergeseran cara pandang dalam kebijakan sosial daerah.

Ketika banyak daerah masih berkutat pada bantuan jangka pendek, Metro mencoba membangun sistem jangka panjang di mana kesehatan anak bergantung pada daya hidup keluarga dan keberlanjutan layanan publik.

Jika strategi ini berjalan, Kota Metro bisa menjadi model baru bagi kota kecil dalam menuntaskan stunting melalui pendekatan struktural, bukan seremonial. (*)