• Sabtu, 18 Oktober 2025

Lampung Ukir Sejarah Baru, Dua Naskah Kuno Ditetapkan Sebagai Ingatan Kolektif Nasional

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 08.33 WIB
25

Dua manuskrip kuno asal Lampung ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025 oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI. Foto: Antaranews

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dua manuskrip kuno asal Provinsi Lampung resmi ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) tahun 2025 oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).

Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam upaya menjaga warisan literasi dan budaya masyarakat Lampung yang sarat nilai sejarah serta kearifan lokal.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Fitrianita Damhuri, menyampaikan bahwa penghargaan ini merupakan hasil kerja keras dan komitmen pemerintah daerah dalam melestarikan naskah-naskah kuno sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa.

"Ini bukan hanya kebanggaan bagi Lampung, tetapi juga motivasi besar untuk terus melestarikan serta memperkenalkan khazanah naskah kuno kita kepada masyarakat luas,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).

Fitrianita menambahkan, pengakuan dari Perpusnas ini diharapkan mampu menumbuhkan kembali minat generasi muda terhadap literasi sejarah.

Menurutnya, naskah kuno tidak hanya menyimpan kisah masa lampau, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan yang relevan untuk memahami nilai-nilai sosial dan sistem adat Lampung.

Salah satu manuskrip yang ditetapkan sebagai IKON 2025 adalah Naskah Poerba Ratoe dari Kabupaten Lampung Timur.

Naskah ini berisi catatan komprehensif tentang sejarah, hukum adat, administrasi, dan sistem pemerintahan masyarakat Lampung di masa lampau.

Penulisnya, Poerba Ratoe, merupakan tokoh adat sekaligus Kepala Distrik XIII pada era 1910-an yang dikenal memiliki pengaruh besar dalam penyusunan sistem adat Pepadun.

Naskah setebal 108 halaman ini ditulis menggunakan aksara Had Lampung dan bahasa Lampung Pepadun di atas kertas Eropa, sekitar tahun 1907–1915.

Detail dan ketelitian penyusunan naskah menjadikannya semacam “ensiklopedia Lampung” yang membuka jendela bagi peneliti untuk memahami tata kelola dan nilai-nilai sosial masyarakat setempat pada awal abad ke-20.

Manuskrip kedua yang mendapat pengakuan adalah Ingok Perjanjian Kita, yang kini tersimpan di Museum Lampung. Naskah berusia sekitar abad ke-17 hingga ke-18 ini unik karena ditulis di atas kulit kayu Halim berbentuk lipatan seperti akordeon dengan 40 lembar.

Bahasa yang digunakan pun beragam, mulai dari bahasa Lampung, Melayu Kuno, hingga Banten, menunjukkan interaksi budaya dan jaringan sosial masyarakat pesisir Sumatera kala itu.

Isi naskah ini menggambarkan perjanjian sakral antara manusia, roh penjaga hutan, dan alam. Di dalamnya terkandung pesan ekologis dan spiritual yang memperlihatkan betapa eratnya hubungan masyarakat Lampung dengan lingkungan sekitarnya.

Nilai-nilai harmoni dan keseimbangan alam dalam naskah ini bahkan dianggap selaras dengan prinsip konservasi modern.

Penetapan dua manuskrip ini menjadi bukti nyata bahwa Lampung memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai.

Lebih dari sekadar artefak, keduanya merupakan sumber inspirasi yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, mengingatkan bahwa identitas dan kebijaksanaan leluhur masih terus hidup dalam setiap lembar naskah kuno yang dijaga dengan cinta dan pengetahuan. (*)