Lukman Hakim: Kadis Pendidikan Harus Punya Pengalaman Mengajar

Mantan Wali Kota Metro, Lukman Hakim saat menyoroti Selter Kepala Disdikbud Kota setempat. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Seleksi terbuka
jabatan Pejabat Tinggi Pratama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(Kadisdikbud) Kota Metro mendadak menjadi pusat perhatian publik.
Di tengah citra Metro sebagai Kota
Pendidikan, proses yang semestinya memperkuat marwah pendidikan malah memantik
kekhawatiran terkait apakah yang dipilih adalah pemimpin yang benar-benar
memahami kelas, guru, dan murid atau sekadar birokrat yang piawai mengurus
berkas.
Mantan Wali Kota Metro, Lukman Hakim, buka
suara dan memberi catatan tajam. Menurutnya, Kadisdikbud selayaknya berasal
dari jalur yang linier dengan dunia pendidikan alias mantan guru, kepala
sekolah, atau praktisi pendidikan yang pernah menapaki ruang kelas.
Menurut Lukman Hakim, penilaian seperti ini
bukan romantisme belaka, melainkan kebutuhan nyata agar kebijakan berdampak di
ranah belajar-mengajar.
“Kalau menurut saya tentu harapannya, kepala
daerah akan memprioritaskan figur yang berakar di pendidikan. Seperti misalnya
mantan guru atau mantan kepala sekolah yang telah malang melintang dan peka
terhadap dinamika pembelajaran. Karena, memimpin dinas berarti mewadahi
komunitas guru. Bila tak memahami dunia mereka, akan gagap memimpin,” kata
Lukman Hakim dalam wawancara eksklusif bersama Kupas Tuntas di rumahnya, Selasa
(21/10/2025).
Mantan Walikota Metro dia periode itu bahkan
menyoroti rekam jejak para calon yang lebih dari sekadar ijazah. Ia bahkan
memberi pendapat untuk tak segan menolak pendekatan yang hanya mengandalkan
tumpukan ijazah atau hasil tes administratif.
“Bukan semata gelar S2 sampai S3, tetapi
rekam pengabdian dan jam terbang di pendidikan. Karena pemimpin pendidikan
harus punya pengalaman langsung seperti mengajar, mengelola satuan pendidikan,
atau mendampingi guru sehingga paham problem riil dari kurikulum sampai
sarana-prasarana. Tanpa substansi itu, kebijakan hanya akan terlihat sebagai
angka di anggaran, bukan perubahan di kelas," ungkapnya.
Ketika mekanisme seleksi dipertanyakan,
Lukman Hakim menaruh kecurigaan pada proses yang diduga dapat tercemar
kepentingan. Ia mengingatkan bahwa uji kompetensi administratif penting, tetapi
tak cukup untuk memilih kepala dinas yang harus mampu mengangkat mutu
pembelajaran.
“Saya melihat proses sering dibebani
kepentingan yang di luar tanggung jawab jabatan. Jangan sampai muncul ancaman
kehilangan marwah, karena Metro selama beberapa periode digadang sebagai
laboratorium inovasi sekolah dengan program Jam Belajar Masyarakat, Rumah
Pintar, dan kebijakan lain yang menyentuh akar pendidikan sempat menjadi
kebanggaan," bebernya.
Dirinya juga memberikan gambaran soal caranya
menentukan calon terbaik saat dirinya memimpin Kota Metro dahulu. Ia bahkan
siap menolak gagasan untuk mencari jauh alias mencari calon pemimpin dari luar
dunia pendidikan.
"Metro ini memiliki banyak guru senior,
kepala sekolah aktif, dan mantan kepala sekolah yang memiliki kapasitas
memimpin dinas. Ada opsi birokratis seperti memohon penugasan dari provinsi
atau melibatkan akademisi dari perguruan tinggi untuk memperkuat kapasitas
dinas. Intinya, masalahnya bukan ketiadaan talenta melainkan kemauan memilih
yang tepat," paparnya.
Lukman Hakim juga memberikan pesan yang lugas
agar semua pihak yang terlibat dalam mengawal Selter dapat menggunakan amanah
sebagai ibadah, bukan sebagai alat kepentingan sempit.
Ia mendesak panitia seleksi dan PPK untuk
menimbang rekam kinerja dan keberpihakan kepada proses belajar-mengajar, bukan
sekadar kemampuan administratif.
“Pilih orang yang tepat di dunia pendidikan,
mengerti substansi, punya rekam kinerja, dan mampu bekerja sama dengan Wali dan
Wakil untuk mengangkat mutu layanan,” pesannya.
Menurutnya, mengapa hal tersebut penting bagi
Metro saat ini, lantaran pilihan kepala dinas pendidikan bukan soal personal
semata, Kadis kedepan yang bertanggungjawab dalam menentukan arah kebijakan
langsung ke sekolah, para guru, dan puluhan ribu murid.
"Jika yang dipilih adalah figur yang
tidak paham dunia kelas, risiko stagnasi dan kebijakan yang kosong menjadi
nyata. Maka berdampak pada sebuah kemunduran yang akan terasa lama dan sulit
diperbaiki. Saya mengingatkan publik bahwa pada akhirnya pilihan itu berada di
tangan Wali Kota dan PPK, dan publik berhak menuntut proses yang transparan dan
bermartabat," tandasnya.
Seleksi terbuka adalah kesempatan untuk
memperkuat legitimasi dan kualitas kepemimpinan pendidikan di Metro. Jika
benar-benar ingin meneguhkan kota sebagai Kota Pendidikan yang cerdas, maka
proses ini harus melahirkan figur yang bukan hanya pandai mengelola birokrasi,
tapi juga peka terhadap suara kelas, guru, dan murid.
Suara Lukman Hakim, mantan Wali Kota yang
pernah membawa Metro pada langkah-langkah pendidikan progresif, mengingatkan
bahwa pilihan ini bukan kosmetik birokrasi, melainkan investasi jangka panjang
bagi masa depan pendidikan di Metro. (*)
Berita Lainnya
-
Puluhan Tahun Hidup Tanpa Identitas, Warga Karangrejo Metro Akhirnya Miliki KTP dan Bisa Berobat
Selasa, 21 Oktober 2025 -
Kehilangan Rp161 Miliar, Pemkot Metro Siapkan Strategi Fiskal Selamatkan Pembangunan
Senin, 20 Oktober 2025 -
Selter Kadisdikbud Metro Disorot, Pengamat Nilai Perlunya Rekam Jejak Mengajar
Senin, 20 Oktober 2025 -
Pade Manis dan Suasana Hangat di Jalan Manggis
Minggu, 19 Oktober 2025