• Kamis, 23 Oktober 2025

Blak-blakan Wakil Walikota Beberkan Segudang Masalah di Kota Metro

Rabu, 22 Oktober 2025 - 13.48 WIB
154

Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana saat diwawancarai awak media. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Di balik slogan Kota Pendidikan, Metro ternyata menyimpan deretan masalah mendasar yang menggerus kualitas hidup warganya. Dari kesehatan ibu-anak hingga drainase kumuh, Wakil Wali Kota Dr. M. Rafieq Adi Pradana menilai akar persoalan kota ini saling terhubung dan menahan laju kemajuan.

“Kalau mau jujur, banyak masalah kita itu bukan baru, tapi berulang. Bedanya, sekarang kita harus berani membukanya,” kata Rafieq dalam wawancara khusus bersama Kupastuntas.co, Rabu (22/10/2025).

Rafieq menyebut stunting sebagai ancaman terbesar bagi masa depan Metro. Angka yang sempat naik pada 2024 menjadi sinyal bahwa sistem kesehatan dasar belum kokoh.

"Ini bukan sekadar anak pendek. Ini tentang masa depan kualitas manusia. Ketika gizi buruk dibiarkan, yang rusak bukan hanya tubuh, tapi daya pikir dan produktivitas,” ujarnya.

Menurutnya, stunting mencerminkan kelemahan rantai layanan dari gizi keluarga, perilaku hidup bersih, hingga efektivitas posyandu. “Masalahnya lintas sektor, tapi efeknya satu, yaitu generasi kita lemah,” katanya.

Di banyak kawasan, air bersih menjadi barang mahal. Kebocoran jaringan, pasokan terbatas, dan rendahnya sambungan rumah tangga membuat sebagian warga bergantung pada air isi ulang.

“Air bersih itu dasar. Tapi ketika sistemnya bocor dan tak adil, yang menanggung beban justru rakyat kecil,” ujar Rafieq.

Ia menyebut kebutuhan air bersih beririsan langsung dengan gizi, penyakit berbasis air, dan beban ekonomi keluarga.

Setiap musim hujan, beberapa titik di Metro Barat dan Metro Pusat selalu tergenang. Drainase yang tak terintegrasi dan perumahan yang belum menyerahkan prasarana lingkungan (PSU) memperumit penanganan.

"Genangan bukan sekadar air tergenang. Itu simbol tata kota yang tidak sehat. Lemahnya pengawasan pembangunan memperparah kondisi. Kota tumbuh cepat, tapi infrastrukturnya tertinggal,” tambahnya.

Rendahnya cakupan penerangan jalan umum (PJU) menimbulkan dampak langsung pada rasa aman warga. Bagi Rafieq, lampu jalan bukan hanya soal kenyamanan, tapi simbol kehadiran negara di ruang publik

"Jalan gelap membuka ruang bagi kriminalitas. Ia juga membatasi aktivitas ekonomi malam hari. Sebagian besar jalan kota memang sudah berstatus mantap, tapi ruas rusak dan berlubang masih cukup banyak, terutama di wilayah pinggiran. Kualitas jalan menentukan efisiensi ekonomi. Akses lambat berarti biaya logistik dan pelayanan publik ikut naik,” jelasnya.

Sanitasi domestik menjadi masalah lain yang terus membebani kota. Banyak kawasan padat belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang layak.

“Ketika limbah cair masih mengalir ke got, kita bicara tentang penyakit, bukan kemajuan. Karena kota sehat ditentukan oleh sanitasi yang tertib dan perilaku hidup bersih warganya," terangnya.

Secara makro, Metro masih bergantung pada konsumsi rumah tangga. Investasi fisik belum kuat, sehingga pertumbuhan ekonomi mudah melambat saat daya beli turun.

"Struktur ekonomi kita terlalu konsumtif. Tanpa investasi, tidak ada inovasi dan lapangan kerja baru. Sektor unggulan seperti jasa pendidikan dan industri pengolahan ringan perlu diperkuat agar Metro keluar dari jebakan kota konsumsi," ungkapnya.

Rafieq juga menyoroti ketimpangan antar-kecamatan. Metro Pusat padat, tapi infrastrukturnya tertinggal. Banyak PSU perumahan belum diserahkan ke pemerintah, sehingga perbaikan drainase dan taman publik tersendat.

“Aset yang tidak tertib membuat layanan publik tersandera. Reformasi birokrasi dan digitalisasi pelayanan belum terasa penuh. Digitalisasi bukan sekadar aplikasi, tapi soal kecepatan, data akurat, dan transparansi. Tanpa itu, warga tidak akan percaya,” kata dia lagi.

Wakil Wali Kota yang di kenal dengan gaya kepemimpinan responsif tersebut menegaskan lima masalah paling mendesak di Metro ialah stunting, air bersih, drainase, penerangan jalan, dan kualitas jalan kota.

“Semua saling berkaitan. Kalau mau Metro maju, kita harus jujur melihat wajah kotanya sendiri,” tandasnya.

Paparan Rafieq menelanjangi realitas kota menengah yang tengah terjebak antara citra modern dan kenyataan buruk di akar pelayanan publik. Metro tak kekurangan visi, tapi masih kekurangan eksekusi. Dalam bayangan lampu jalan yang redup dan drainase tersumbat, wajah kota itu tampak jelas, belum benar-benar siap menjadi kota masa depan. (*)