Sengketa Lahan Yayasan Bhakti IMI Lampung Temui Titik Terang, PT MBS Hadiri Mediasi

Ketua YBIL, Tisnawati bersama Kuasa hukum nya M. Oryzha Al Ghazali, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Rabu (22/10/2025). Foto: Sri/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Proses panjang sengketa lahan antara Yayasan Bhakti IMI Lampung (YBIL) dengan sejumlah pihak mulai menunjukkan perkembangan positif.
Setelah beberapa kali absen, PT Mandala Bakti Sentosa (MBS) akhirnya hadir dalam agenda mediasi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang. Pertemuan tersebut berlangsung kondusif, dan mediasi lanjutan dijadwalkan pada 28 Oktober 2025.
Meski demikian, perdebatan masih mencuat terkait keterlibatan PT Bumi Persada Langgeng (BPL) sebagai Tergugat 3 (T3) dalam perkara ini.
Pihak yayasan menilai, BPL memiliki keterkaitan langsung dengan asal-usul penerbitan sertifikat tanah yang kini disengketakan.
Kuasa hukum YBIL, M. Oryzha Al Ghazali, menjelaskan bahwa BPL didirikan oleh Safei Tjakra (T1) pada tahun 2004. Namun, meski Safei sudah tidak menjabat dan tidak lagi memiliki saham di perusahaan tersebut sejak 2015, sertifikat atas nama BPL tetap muncul di atas lahan yang diklaim milik yayasan.
"Awalnya, Safei Tjakra mendirikan PT Bumi Persada Langgeng pada tahun 2004. Walaupun sejak 2015 ia sudah tidak memiliki keterlibatan di sana, dua sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) justru diterbitkan atas nama PT Mandala Bakti Sentosa dan PT Bumi Persada Langgeng,” ujar Oryzha, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Rabu (22/10/2025).
Menurut Oryzha, data yang diperoleh pihaknya menunjukkan bahwa sebagian lahan tersebut diduga sempat diterbitkan sertifikat atas nama Safei secara pribadi.
"Namun kini, sertifikat yang sah tercatat atas nama T2 dan T3, yang menjadi dasar pelibatan BPL sebagai pihak tergugat, " jelasnya.
Oryzha menambahkan bahwa gugatan ini merupakan perkara baru yang diajukan dalam bentuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH), lantaran adanya dugaan penerbitan sertifikat serta pembebasan lahan oleh pihak perusahaan di atas tanah yang sebelumnya telah dibebaskan oleh yayasan.
Ketua YBIL, Tisnawati, dalam sesi mediasi turut menyoroti klaim PT BPL yang menyebut bahwa sengketa lahan seluas 8,7 hektare di Sumber Agung, Kecamatan Kemiling itu telah selesai melalui putusan pengadilan.
Ia juga menilai, klaim tersebut tidak relevan karena perkara yang dimaksud berbeda konteks.
"Putusan yang disebut BPL itu terkait sengketa masyarakat, bukan berkaitan langsung dengan lahan milik yayasan. Jadi kami menilai pelibatan BPL sebagai tergugat sah dan relevan,” tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut, kuasa hukum Tergugat 1 (Safei Tjakra) juga hadir dan menyampaikan harapan agar Safei bisa hadir langsung pada mediasi berikutnya untuk membahas kemungkinan penyelesaian secara damai.
Disebutkan bahwa Safei sebelumnya memiliki hubungan baik dengan yayasan, bahkan sempat menandatangani Perjanjian Nomor 33 terkait pengelolaan lahan yang kini menjadi objek sengketa.
"Sebelum T1 dan T2 masuk ke lokasi pada tahun 1994–1997, pihak yayasan sebenarnya sudah terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan. Adapun pembebasan oleh T1 dan T2 hanya mencakup sekitar 20–40 persen lahan dan belum sepenuhnya selesai,” ungkap Tisnawati.
Sesuai dengan ketentuan, masa mediasi yang semula berlangsung selama 30 hari kini diperpanjang menjadi 60 hari.
Perpanjangan ini disepakati oleh seluruh pihak, dengan harapan agar setiap pihak dapat hadir dan memberikan keterangan lengkap untuk memperjelas status kepemilikan lahan.
Yayasan Bhakti IMI Lampung tetap menegaskan bahwa lahan tersebut adalah sah milik yayasan, berdasarkan dokumen dan proses pembebasan resmi yang telah dilakukan sejak awal berdirinya.
"Kami tidak mengakui adanya klaim sepihak atau penerbitan sertifikat tanpa sepengetahuan yayasan. Kami berharap proses hukum ini bisa membuka terang atas kepemilikan lahan yang sebenarnya,” tegas Tisnawati.
Gugatan ini berawal dari dugaan penguasaan sepihak atas lahan seluas delapan hektare yang berada di kawasan Sumber Agung, Kemiling. Lahan tersebut diklaim sebagai aset sah milik Yayasan Bhakti IMI Lampung, namun belakangan muncul sertifikat ganda atas nama pihak lain.
Kini, dengan semakin banyak pihak yang mulai hadir dalam mediasi, harapan untuk menemukan titik temu antara yayasan dan para tergugat semakin terbuka.
Mediasi lanjutan pada 28 Oktober mendatang diharapkan menjadi momentum penting menuju penyelesaian sengketa panjang ini. (*)
Berita Lainnya
-
Peringati Hari Santri 2025, UIN Raden Intan Lampung Gelar Apel dan Istighosah
Rabu, 22 Oktober 2025 -
Pemprov Lampung Turun Tangan, Bocah Putus Sekolah Karena di Bully Akan Dimasukkan ke Sekolah Rakyat
Rabu, 22 Oktober 2025 -
Pengakuan Windi Usai Lukai Alat Kelamin Kekasih Gelapnya
Rabu, 22 Oktober 2025 -
Tampang Windi Pelaku Penganiayaan Hingga Kelamin Pria Nyaris Putus
Rabu, 22 Oktober 2025