Satu Tahun Prabowo-Gibran, Pakar: Harus Fokus pada Kedaulatan dan Efektivitas Anggaran

Suasana diskusi publik bertajuk “Program Kerja 1 Tahun Prabowo-Gibran: Sudut Pandang Energi” yang digelar di Café Zozo Green, Kamis (23/10/2025). Foto: Sri/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sejumlah
akademisi menyoroti arah kebijakan pemerintah pusat dalam satu tahun pertama
kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming
Raka.
Hal itu disampaikan dalam diskusi publik
bertajuk “Program Kerja 1 Tahun Prabowo-Gibran: Sudut Pandang Energi” yang
digelar di Café Zozo Garden, Kamis (23/10/2025).
Ekonom Universitas Lampung, Dr. Tiara
Nirmala, menyebutkan bahwa kata kunci dari pemerintahan Prabowo-Gibran selama
satu tahun terakhir adalah kedaulatan, hilirisasi, dan kesejahteraan
masyarakat.
“Dalam satu tahun ini, kebijakan yang
dijalankan memang menunjukkan gebrakan besar. Namun, yang perlu dilihat adalah
sejauh mana program-program ambisius tersebut bisa berjalan efektif dan
berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Tiara, Presiden Prabowo berupaya
mewujudkan kedaulatan energi dan kemandirian ekonomi melalui peningkatan
investasi dan berbagai stimulus fiskal.
Namun, beberapa kebijakan strategis masih
menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama program Makan Bergizi Gratis
(MBG).
“Program MBG ini memang paling banyak
diperbincangkan. Pemerintah sudah mengalokasikan sekitar Rp71 triliun dalam
APBN 2025 untuk 19,47 juta penerima, mulai dari PAUD hingga SMA, termasuk
balita dan ibu hamil,” paparnya.
Meski demikian, kata Tiara, masih banyak
tantangan dalam pelaksanaannya. Salah satunya soal anggaran per anak yang turun
dari Rp15 ribu menjadi Rp10 ribu per hari, yang menimbulkan perdebatan terkait
kecukupan gizi dan potensi penyimpangan anggaran.
“Beberapa daerah bahkan sempat menghentikan
pelaksanaan program karena muncul kasus keracunan. Ini menunjukkan pentingnya
pengawasan dan transparansi dalam rantai penyediaan makanan bergizi,” tegasnya.
Selain itu, Tiara menilai target pertumbuhan
ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintah cukup ambisius, mengingat
rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional selama ini masih di kisaran 5,5 persen.
“Untuk mencapai 8 persen, investasi harus
tumbuh sangat pesat. Pemerintah menargetkan nilai investasi mencapai sekitar
Rp3.400 triliun pada 2029, namun target itu tentu membutuhkan dukungan regulasi
yang kuat dan kestabilan fiskal,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya penguatan
regulasi dan kebijakan, termasuk di sektor transportasi, pajak, dan subsidi,
agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Selama ini ekonomi nasional masih sangat
bergantung pada konsumsi. Jika daya beli melemah, maka penerimaan negara juga
akan tertekan,” jelas Tiara.
Sementara itu, Pakar Energi dari Institut
Teknologi Sumatera (Itera), Rishal Asri, menilai bahwa sektor energi perlu
mendapat perhatian serius dalam mencapai kemandirian nasional.
Menurutnya, kebijakan subsidi energi selama
ini sering tidak tepat sasaran, terutama untuk LPG dan BBM. Ia mengusulkan
solusi elektrifikasi alat masak sebagai alternatif jangka panjang.
“Salah satu opsi adalah mengganti kompor gas
dengan kompor listrik atau induksi. Negara-negara maju sudah mulai beralih ke
sana. Namun tentu perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat kita,” jelasnya.
Rishal mengakui, transisi menuju energi
bersih memiliki tantangan sosial dan teknis.
Ia juga menjelaskan bahwa sekitar 50 persen
kebutuhan energi nasional terserap oleh sektor transportasi, sehingga perubahan
harga BBM akan langsung berdampak pada seluruh sektor ekonomi.
“Untuk mengurangi ketergantungan pada BBM,
perlu pengembangan kendaraan listrik dan kebijakan etanol yang konsisten.
Namun, kualitas bahan bakar campuran masih harus disempurnakan agar efisien,”
paparnya.
Rishal menambahkan, tingkat ketahanan energi
Indonesia saat ini masih berada di level 6,9 dari skala 10, yang berarti masih
rentan terhadap fluktuasi harga energi global.
“SPKLU atau stasiun pengisian kendaraan
listrik masih sangat terbatas. Di Bandar Lampung saja hanya ada dua atau tiga
titik. Aksesibilitas dan keterjangkauan harga menjadi tantangan besar,”
ujarnya.
Diskusi publik ini menghasilkan kesimpulan
bahwa program kerja satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menunjukkan
arah kebijakan yang jelas menuju kemandirian energi dan kesejahteraan rakyat.
Namun, efektivitas implementasi dan pengawasan anggaran masih menjadi pekerjaan
rumah besar bagi pemerintah. (*)
Berita Lainnya
-
Pakar: Perbedaan Harga LPG 3 Kg di Daerah Dipicu Panjangnya Rantai Distribusi
Kamis, 23 Oktober 2025 -
Perkuat Program Internasionalisasi, Unsur Pimpinan Poltekkes Tanjung Karang Kunjungi UIN Raden Intan Lampung
Kamis, 23 Oktober 2025 -
Dukung Program Pemerintah, Bank Lampung Gandeng BP3MI
Kamis, 23 Oktober 2025 -
Minim Komunikasi Publik, Pemerintah Dinilai Gagal Bangun Kepercayaan Soal Energi
Kamis, 23 Oktober 2025