Kanopi Kenangan dari Wagiman, Jejak Saksi Sejarah Transformasi Kota Metro
Pohon angsana di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan saksi sejarah transformasi Kota Metro. Foto: Arby/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Di bawah naungan tajuknya yang lebat, rimbun, dan kadang berkilau kuning saat berbunga, deretan pohon angsana yang kini menjulang di sepanjang jalan protokol Kota Metro bukan sekadar penghias kota.
Mereka adalah saksi hidup, dari batang demi batang menyimpan cerita tentang ambisi penghijauan, kegiatan gotong-royong tanpa dana, dan sebuah visi tata kota yang menempel pada memori kolektif warga.
Itu adalah upaya membentuk wajah Metro dari sebuah kota administratif (Kotib) menjadi sebuah kota madya.
Di balik gerakan itu, ada sosok yang kerap dibicarakan dan diberi julukan yang unik, yaitu Wagiman alias Walikotib Gila Taman. Singkatan lucu sekaligus penuh makna untuk sosok Haji Kardinal.
Cerita dimulai pada awal 1992-an, ketika Metro masih berstatus Kotib dan dipimpin oleh Walikotib kedua, H. Kardinal (periode 1992–1994).
Bukan dari program besar beranggaran, melainkan dari gagasan sederhana, yaitu menjadikan kota lebih sejuk, asri, dan indah serta menghijaukan jalan, median, dan tepi irigasi dengan pohon peneduh.
Pilihan jatuh pada pohon angsana, yang memiliki nama latin terocarpus indicus. Alasannya jelas, karena pohon jenis ini mudah diperbanyak, tahan pada berbagai jenis tanah, dan cepat tumbuh menjadikannya kriteria penting untuk penghijauan kota yang cepat terasa manfaatnya.
Putra ketujuh Haji Kardinal, M. Andi Kardinal, memerankan kisah ini seperti cerita keluarga sekaligus catatan publik.
“Saya ingat semasa dulu masih SMA, bibit pohon itu didapat dari wilayah Gunung Sugih, dilakukan pemangkasan terhadap ranting-ranting pohon angsana yang kemudian ditanam dengan metode pembibitan secara mandiri oleh tim dan pasukan kuning di Metro,” kenangnya dalam wawancara eksklusif bersama Kupastuntas.co di kantornya, Jumat (24/10/2025).
Menurut Andi, pembibitan dilakukan di belakang rumah dinas walikota lama, yang sekarang jadi Cagar Budaya Rumah Asisten Wedana.
Dengan menggunakan polybag, plastik bekas, dan tenaga relawan, penanaman dilakukan kolektif, bahkan sering selesai selepas salat Isya. Ini adalah simbol gotong-royong yang melekat pada masyarakat Metro waktu itu.
Metode yang digunakan sederhana namun efektif, dengan ranting pohon besar dipangkas sepanjang 1 hingga 2 meter dijadikan stek, kemudian dibiakkan dan ditanam berjejer di ruas-ruas jalan penting, jalur irigasi, hingga taman kota.
Langkah ini tidak hanya memberi keteduhan dan keindahan visual, tetapi juga mengubah mikroklimat jalan, mengurangi panas permukaan, memberi habitat bagi burung, dan memperbaiki kualitas udara.
Manfaat ekologi dan estetika inilah yang membuat angsana menjadi pilihan praktik penghijauan kota di banyak daerah.
Lalu, Julukan “Wagiman” alias “Walikotib Gila Taman” ini muncul dan awalnya hadir dengan nada jenaka yang menunjuk pada kegigihan Haji Kardinal menanam pohon di saat anggaran sulit dan prioritas pembangunan dianggap berbeda.
Namun julukan itu perlahan berubah menjadi tanda hormat. Gila di sini bukan sekadar kegilaan tanpa tujuan, melainkan kegigihan dan keberanian menghadirkan perubahan estetika dan ekologis dalam kota kecil yang sedang tumbuh.
H. Kardinal tak hanya menanam pohon, ia menanam budaya bahwa kota layak ditata bersama warga, tanpa menunggu aliran dana besar.
Dua dekade lebih kemudian, batang-batang angsana yang semula kecil kini menjelma menjadi pohon besar, bahkan beberapa di antaranya mencapai ukuran mengesankan, tajuknya menaungi trotoar dan median, bunganya mewarnai jalanan.
M. Andi Kardinal mengingat pula tokoh birokrasi yang ikut menggerakkan, diantaranya ialah Lukman Hakim yang dulu Sekretaris Kotib kini menjadi tokoh berpengaruh di Metro dan pernah dua kali menjabat sebagai Walikota Metro.
Lalu ada Darsono, yang dulu menjabat sebagai Lurah kini telah bertransformasi menjadi anggota DPRD dan pernah menduduki jabatan penting sebagai ketua DPRD Kota Metro.
Kemudian almarhum Haji Munfari dan Agus Supriyanto dari Tata Kota. Gerakan itu juga terkait erat dengan pasukan kebersihan yang kerap disebut “pasukan kuning”, yaitu tenaga lokal yang membantu menanam dan merawat.
Sejarah kecil ini juga punya tanda prestasi, Metro meraih piala Adipura Kencana untuk pertama kalinya pada tahun 1992.
Itu merupakan sebuah pengakuan terhadap penataan lingkungan yang berkelanjutan, dan sebuah bukti bahwa penghijauan memang berdampak pada citra kota.
Namun masa tak berhenti. Seiring pertumbuhan, pohon-pohon itu kini menghadapi tantangan yang wajar, beberapa memerlukan peremajaan seperti pencabutan dan penanaman ulang atau pemangkasan besar untuk regenerasi, perawatan akar agar tidak merusak infrastruktur, hingga penataan tajuk agar tidak mengganggu jaringan listrik dan lalu lintas.
Andi Kardinal, sang anak Haji Kardinal kini tumbuh menjadi seorang birokrat pada dinas strategis di Bumi Sai Wawai. Ia menekankan pentingnya melakukan peremajaan sebelum pohon tua menjadi risiko.
“Saat ini pohon angsana yang ditanam di masa lalu sudah besar, dan perlu sekali peremajaan. Pohon ini punya sejarah, supaya jangan pohon ini juga menjadi saksi sejarah yang terlupakan," ujarnya.
Kisah angsana di Metro bukan sekadar nostalgia, ia menyimpan pelajaran penting untuk akademisi, sejarawan, perencana kota, dan generasi muda.
Ada nilai pendidikan dalam prosesnya, teknik pembibitan sederhana yang dilakukan di halaman dinas, kekuatan gotong-royong, kemampuan memilih jenis pohon yang tepat untuk iklim dan kondisi tanah setempat, dan bagaimana tata hijau dapat mempercepat pengakuan publik terhadap kualitas lingkungan kota.
Beberapa usulan konkret muncul dari cerita ini, yaitu pendokumentasian sejarah penghijauan Metro seperti monografi lokal atau peta heritage pohon, kajian ilmiah terhadap kondisi angsana tua, panduan permainan berbasis komunitas, hingga pembuatan rute “Jejak Haji Kardinal” yang menghubungkan titik-titik penghijauan sebagai sarana edukasi dan pariwisata sejarah lokal.
Andi mengingat betul bagaimana penanaman dulu dilakukan dengan semangat kolektif, mulai dari pejabat, lurah, pasukan kuning, hingga warga biasa. Ia berharap budaya itu dapat dihidupkan kembali.
"Semoga diawali dari pemerintah, hingga masyarakat memiliki keinginan yang sama untuk bergerak menghadirkan Kota Metro yang indah, bersih, asri dan dapat meraih Adipura. Bukan sekadar mengejar penghargaan, melainkan menjaga warisan hidup yang bernilai sejarah dan ekologi," pungkasnya.
Untuk memastikan pohon angsana tetap menjadi saksi yang sehat atas perjalanan Metro, beberapa langkah praktis dapat dipertimbangkan.
Mulai dari pemetaan pohon peninggalan H. Kardinal, mencatat lokasi, umur perkiraan, dan kondisi kesehatan pohon.
Lalu program peremajaan terjadwal alias mengganti pohon tua secara bertahap dengan bibit hasil perbanyakan lokal.
Kemudian, edukasi dan partisipasi masyarakat untuk menghidupkan kembali gerakan penanaman sistemik melalui sekolah, komunitas, dan organisasi keagamaan.
Yang tidak kalah penting adalah kolaborasi akademis, mendorong penelitian mahasiswa dan sejarawan agar arsip lisan, foto, dan dokumen tindakan pengelolaan pohon terdokumentasi.
Baru kita berfikir tentang pengakuan heritage kota dengan menetapkan beberapa pohon atau koridor pohon sebagai bagian dari warisan budaya/lingkungan setempat sehingga mendapat perhatian khusus dalam perencanaan kota.
Pohon angsana di Metro mengajarkan kita bahwa tata ruang hijau adalah soal estetika, ekologi, dan tak kalah penting ialah identitas.
Mereka memberi udara, keteduhan, dan warna. Tetapi lebih dari itu, mereka juga menahan cerita. Cerita tentang Walikotib yang “gila taman”, tentang polybag dan malam selepas Isya, tentang pasukan kuning yang menancapkan tonggak perawatan kota.
Ketika generasi mendatang menatap dahan-dahan itu, semoga yang terlihat bukan hanya kanopi rimbun tetapi juga jejak gagasan kolektif yang pernah menumbuhkan sebuah kota. (*)
Berita Lainnya
-
Gedung Pelatihan JMC Diresmikan, Pemkot Metro Fokus Tekan Pengangguran
Jumat, 24 Oktober 2025 -
DPRD Sebut Sirkuit Balap Jadi Solusi Inovasi Tingkatkan PAD Metro
Jumat, 24 Oktober 2025 -
Job Fair Online Segera Dibuka, Disnakertrans Metro Sebut Ratusan Lowongan Tersedia
Jumat, 24 Oktober 2025 -
Harga Turun, Pemkot Metro Pastikan Penyaluran 2.906 Ton Pupuk Subsidi Lancar
Jumat, 24 Oktober 2025









