• Minggu, 02 November 2025

Pengamat: Penggunaan Dana Utang PT SMI Harus Transparan dan Tepat Sasaran

Minggu, 02 November 2025 - 11.23 WIB
18

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin. Foto: Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak tujuh pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Lampung diketahui memiliki utang kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan nilai yang bervariasi, mulai dari Rp34 miliar hingga mencapai Rp141 miliar.

Ketujuh daerah tersebut antara lain Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Tanggamus, Lampung Selatan, Tulangbawang Barat, dan Lampung Barat.

Pinjaman daerah ini umumnya digunakan untuk membiayai program pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi daerah, terutama pascapandemi Covid-19. Namun, hingga kini belum seluruh pemerintah daerah secara terbuka menjelaskan penggunaan dana tersebut kepada publik.

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin, menilai bahwa transparansi dan efektivitas penggunaan dana pinjaman menjadi hal yang sangat penting agar utang tersebut benar-benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Saya tidak memiliki data detail apakah utang kepada PT SMI digunakan untuk membiayai program pembangunan yang produktif. Tapi seharusnya pinjaman ini diarahkan untuk program yang tepat dan menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung,” kata Usep, Minggu (2/11/2025).

Menurutnya, utang pemerintah daerah kepada PT SMI dapat membawa dua kemungkinan besar. Di satu sisi, pinjaman tersebut bisa menjadi motor penggerak pembangunan daerah, apabila dialokasikan pada sektor-sektor strategis yang memberi nilai tambah, seperti perbaikan infrastruktur jalan, rumah sakit, jembatan, dan fasilitas publik lainnya.

Namun, di sisi lain, utang juga berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang apabila tidak dikelola dengan cermat dan transparan.

“Yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah dua hal utama. Pertama, transparansi penggunaan dana. Masyarakat perlu tahu ke mana pinjaman itu dialokasikan agar tidak muncul kecurigaan atau dugaan penyalahgunaan. Kedua, prioritas pembangunan. Dana pinjaman sebaiknya digunakan untuk proyek yang benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup warga,” tegasnya.

Usep juga mengingatkan bahwa pengawasan terhadap pengelolaan utang daerah harus diperkuat, baik dari DPRD, inspektorat daerah, maupun masyarakat sipil.

Tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, utang tersebut dikhawatirkan hanya menjadi solusi instan untuk menutup defisit anggaran tanpa menghasilkan manfaat jangka panjang.

“Kalau pemerintah daerah tidak hati-hati, beban pembayaran bunga dan pokok utang justru bisa menggerus anggaran belanja publik di tahun-tahun berikutnya. Akibatnya, ruang fiskal daerah akan semakin sempit, dan pelayanan publik bisa terganggu,” ujar Usep menambahkan.

Ia menyebutkan bahwa pola pinjaman ke PT SMI sebenarnya merupakan hal yang wajar dan bisa menjadi alternatif pembiayaan pembangunan daerah yang sehat, asalkan dikelola dengan prinsip akuntabilitas dan perencanaan yang matang.

Jika digunakan dengan baik untuk pembangunan infrastruktur dan program yang produktif, maka akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi daerah.

"Namun, jika tidak dikelola dengan baik, maka utang tersebut bisa menjadi beban bagi daerah tersebut di masa depan, " ungkapnya. (*)