• Senin, 03 November 2025

Pemkot Metro Terapkan Sistem Digital, ASN Wajib Ikut Pelatihan Sebelum 2026

Senin, 03 November 2025 - 11.07 WIB
80

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKPSDM Kota Metro, Suwandi. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Pemerintah Kota (Pemkot) Metro mulai mempercepat langkah menuju birokrasi modern dengan menerapkan kebijakan baru yang mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) melek teknologi digital mulai tahun 2026.

Kebijakan ini menandai perubahan besar dalam sistem manajemen kepegawaian di lingkungan Pemkot Metro, seiring diterapkannya Sistem Informasi Kepegawaian Nasional (SIMPEGNAS) yang terintegrasi secara nasional.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKPSDM Kota Metro, Suwandi, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan lagi sekadar wacana, tetapi sudah disosialisasikan ke seluruh perangkat daerah dan akan diberlakukan secara penuh mulai tahun depan.

"Kami sudah mulai sosialisasikan dan melatih para ASN untuk beradaptasi. Tahun 2026, seluruh proses administrasi kepegawaian wajib melalui sistem digital berbasis SIMPEGNAS,” kata Suwandi, Senin (3/11/2025).

Ia menerangkan bahwa SIMPEGNAS merupakan aplikasi umum berbagi pakai nasional di bidang kepegawaian yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.

Sistem ini berbasis website dan terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN Nasional (SIASN). Melalui SIMPEGNAS, beberapa layanan kepegawaian akan dilaksanakan secara digital dan dimulai dengan pelayanan izin cuti pegawai serta kenaikan gaji berkala.

Dengan sistem baru ini, Pemkot Metro menutup ruang bagi proses manual yang selama ini rawan keterlambatan, kesalahan data, bahkan potensi manipulasi.

"Selama ini pelayanan cuti dan kenaikan gaji berkala belum dilakukan secara digital. Dengan SIMPEGNAS, layanan tersebut akan tersentralisasi dan termonitor langsung oleh pusat. Artinya, tak ada lagi ASN yang bisa bermain dengan data atau menunda kewajiban administratifnya,” tegas Suwandi.

Meski terobosan ini disambut positif, tak sedikit ASN, terutama yang sudah lama bekerja, merasa kesulitan menghadapi percepatan digitalisasi. Berdasarkan evaluasi BKPSDM, sebagian besar ASN senior belum terbiasa dengan sistem aplikasi daring, terutama mereka yang selama ini mengandalkan proses manual berbasis berkas fisik.

"Kita sadari, tantangan terbesar ada pada perubahan budaya kerja. Banyak ASN yang masih berorientasi pada sistem lama. Maka, pelatihan dan pendampingan akan terus kami lakukan agar tak ada yang tertinggal,” jelasnya.

BKPSDM juga sedang menyiapkan kelas literasi digital ASN yang akan dimulai pada akhir tahun 2025. Program ini mencakup pelatihan pengoperasian SIMPEGNAS, pengelolaan data kepegawaian digital, keamanan siber, serta etika komunikasi daring bagi aparatur negara.

Transformasi digital ASN di Metro bukan hanya soal efisiensi administrasi, melainkan juga bagian dari strategi reformasi birokrasi nasional. Melalui integrasi SIMPEGNAS, setiap ASN akan memiliki dashboard kinerja individu yang dapat dipantau oleh pimpinan daerah hingga Kementerian PANRB.

Dengan sistem ini, kinerja ASN tak lagi hanya diukur dari absensi atau laporan bulanan, tetapi dari output dan capaian kinerja aktual yang tercatat secara digital.

"Birokrasi ke depan harus adaptif, responsif, dan berbasis data. ASN Metro tidak boleh tertinggal di era pemerintahan digital,” ungkap Suwandi.

Selain meningkatkan akuntabilitas, penerapan SIMPEGNAS juga diharapkan mampu menekan potensi pelanggaran administrasi, mempercepat layanan publik, serta memperkuat sistem pengawasan kepegawaian.

Langkah Pemkot Metro ini selaras dengan visi kota cerdas (smart city) yang tengah digalakkan. Integrasi kepegawaian digital menjadi fondasi penting dalam membangun sistem pemerintahan yang terhubung antarinstansi, cepat merespons, dan berbasis data tunggal nasional.

Jika berjalan sesuai rencana, Metro akan menjadi salah satu daerah pertama di Provinsi Lampung yang sepenuhnya mengadopsi sistem SIMPEGNAS untuk manajemen ASN.

"Kami ingin memastikan bahwa ASN Metro tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga relevan secara digital,” tandasnya.

Langkah Pemkot Metro ini patut diapresiasi, namun juga perlu dikawal ketat. Digitalisasi birokrasi tidak cukup dengan sistem canggih; perlu perubahan mental, disiplin data, dan kesadaran etika digital agar pelayanan publik benar-benar meningkat, bukan sekadar berganti format dari kertas ke layar. (*)