Tujuh Pemda di Lampung Masih Berutang ke PT SMI, Besaran Rp 34 Miliar hingga Rp 114 Miliar
Wakil Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Wiyadi. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak tujuh pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Lampung tercatat masih memiliki utang kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI). Nilai utang masing-masing daerah bervariasi, mulai dari Rp34 miliar hingga Rp114 miliar.
Berdasarkan data laporan keuangan PT SMI per 31 Desember 2024, ketujuh Pemda tersebut yakni Pemkot Bandar Lampung dengan utang sebesar Rp114.481.178.966, Pemkab Lampung Tengah Rp63.458.700.833, Pemkab Lampung Utara Rp62.835.480.041, Pemkab Tanggamus Rp59.620.423.797, Pemkab Lampung Selatan Rp55.304.839.749, Pemkab Tulangbawang Barat Rp50.943.201.916 dan Pemkab Lampung Barat Rp34.198.315.640.
PT SMI memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah dengan tingkat suku bunga yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.08/2016 tentang Pemberian Jaminan kepada Perusahaan dalam Rangka Penugasan Penyediaan Pembiayaan Infrastruktur Daerah. Aturan tersebut kemudian diubah melalui PMK Nomor 43/PMK.07/2021.
Meski telah dilakukan upaya konfirmasi, tidak satu pun pejabat dari tujuh Pemda tersebut yang bersedia memberikan keterangan terkait utang kepada PT SMI.
Sementara itu, DPRD Kota Bandar Lampung menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi penggunaan dana pinjaman Pemkot Bandar Lampung dari PT SMI yang mencapai Rp114,48 miliar.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Wiyadi, mengatakan DPRD melalui komisi-komisi terkait sepakat untuk memastikan dana pinjaman digunakan secara tepat sasaran dan sesuai peruntukan.
“DPRD melalui teman-teman komisi bersepakat untuk selalu mengawasi agar dana pinjaman itu digunakan dengan tepat. Komisi juga melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan OPD yang menggunakan sumber dana dari pinjaman tersebut,” kata Wiyadi, Jumat (31/10/2025).
Ia menjelaskan, DPRD juga terus mendorong Pemkot Bandar Lampung agar disiplin dalam melakukan pembayaran angsuran pinjaman sesuai jadwal agar tidak menjadi bahan evaluasi oleh pemerintah pusat.
“Kita juga terus mengawal Pemkot Bandar Lampung agar membayar angsuran tepat waktu. Berdasarkan informasi dari Pemkot, setahun setelah pinjaman yaitu tahun 2024, pembayaran cicilan dimulai pada 2025 dengan nilai sekitar Rp4,1 miliar per bulan, dan diproyeksikan lunas pada April 2027,” jelasnya.
Wiyadi menambahkan, DPRD mendorong agar Pemkot tidak bergantung pada pinjaman semata, tetapi fokus meningkatkan potensi pendapatan daerah.
“Kami mendorong Pemkot agar tidak terus mengandalkan pinjaman, melainkan meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan. Yang tidak kalah penting adalah mengawasi potensi kebocoran pendapatan daerah, karena kebocoran biasanya menjadi penyebab utama menurunnya penerimaan,” ujarnya.
Menurut Wiyadi, sebelum pinjaman disetujui, pemerintah pusat melalui PT SMI telah melakukan kajian mendalam terhadap kemampuan keuangan Pemkot Bandar Lampung dalam membayar pinjaman tersebut.
“Dengan disetujuinya pinjaman itu, artinya Pemkot dinilai mampu untuk melunasi utang tersebut,” tambahnya.
Ia juga memastikan DPRD bersama Pemkot akan terus bersinergi agar kewajiban pembayaran pinjaman tidak mengganggu pelayanan dasar kepada masyarakat.
“Alhamdulillah, berkat kerja sama antara DPRD dan Pemkot, kami terus mengingatkan agar pelayanan dasar masyarakat tetap menjadi prioritas utama,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat, yang diundangkan pada 10 September 2025.
Aturan ini bertujuan mendukung program pemerintah pusat yang dijalankan pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD di berbagai sektor seperti infrastruktur, energi, transportasi, dan air minum.
Sumber dana pemberian pinjaman tersebut berasal dari APBN, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 PP tersebut.
“Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, BUMN, dan/atau BUMD diharapkan akan mendorong pembangunan nasional dan daerah melalui pendanaan yang relatif murah,” tulis penjelasan umum PP itu, dikutip Minggu (2/11/2025).
Selain itu, pemberian pinjaman juga ditujukan bagi entitas pemerintah daerah dan BUMD yang membutuhkan pendanaan dalam kondisi darurat, seperti saat terjadi bencana alam atau nonalam, guna memulihkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
“Negara harus hadir dalam pemulihan pembangunan dan kehidupan bagi daerah yang terkena dampak bencana alam, khususnya dalam penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan,” tulis aturan tersebut.
Aturan ini menjadi acuan dalam pelaksanaan pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam PP itu juga dijelaskan posisi pemerintah pusat sebagai pemberi pinjaman (kreditur) kepada pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Beberapa syarat untuk memperoleh pinjaman di antaranya, jumlah sisa pembiayaan utang daerah ditambah pembiayaan baru tidak boleh melebihi 75 persen dari total pendapatan APBD tahun sebelumnya, serta memiliki rasio kemampuan keuangan minimal 2,5 untuk mengembalikan pinjaman. Selain itu, daerah tidak boleh memiliki tunggakan pinjaman dari pemerintah pusat atau lembaga kreditur lain.
Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman juga harus sesuai dengan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, mendapat persetujuan DPRD saat pembahasan APBD, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 03 November 2025 dengan judul "Tujuh Pemda Masih Berutang ke PT SMI”
Berita Lainnya
-
100 Ribu Siswa SMA/SMK di Lampung Ikuti Tes Kompetensi Akademik Serentak
Senin, 03 November 2025 -
Pemkot Bandar Lampung Salurkan Bansos Rp 365 Juta untuk 69 Warga Terdampak Bencana dan Sakit
Senin, 03 November 2025 -
Pergub Singkong Terbit, Tim Pengawas Bakal Dibentuk Pastikan Aturan Dijalankan
Senin, 03 November 2025 -
Pemprov dan DPRD Lampung Sepakati Pinjaman Rp 1 Triliun untuk Pembangunan Infrastruktur Jalan
Senin, 03 November 2025









