• Rabu, 05 November 2025

APBD Turun Rp166 Miliar, Pemkab Lambar Pertimbangkan Ajukan Pinjaman ke Pemerintah Pusat

Rabu, 05 November 2025 - 09.57 WIB
67

Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus saat memberikan keterangan kepada awak media. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tengah mempertimbangkan langkah strategis untuk mengajukan pinjaman anggaran kepada pemerintah pusat menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.

Regulasi tersebut membuka peluang bagi pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD untuk memperoleh pinjaman langsung dari pemerintah pusat dalam rangka memperkuat pembiayaan pembangunan.

Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus menyatakan, rencana pengajuan pinjaman itu muncul sebagai salah satu opsi kebijakan untuk menjaga kesinambungan pembangunan daerah di tengah kondisi fiskal yang sedang mengalami tekanan. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut akan dikaji secara mendalam sebelum diputuskan.

“Nanti akan kita pelajari dulu sekaligus kita akan hitung dari sisi kemampuan fiskal Lampung Barat, karena tentu kalau mau mengajukan pinjaman itu kan harus berbicara kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah,” ujar Parosil, saat diwawancara, Selasa (5/11/2025).

Menurutnya, efisiensi anggaran dan penurunan pendapatan daerah menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah. Ia mengungkapkan APBD Lampung Barat Tahun Anggaran 2026 mengalami penurunan signifikan hingga Rp166 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi tersebut membuat ruang fiskal daerah semakin terbatas dalam mendanai berbagai program prioritas.

“Penurunan APBD tentu berdampak terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan. Karena itu, kami harus mencari alternatif pembiayaan yang tetap sesuai aturan, salah satunya melalui mekanisme pinjaman pemerintah pusat,” jelasnya.

Parosil menuturkan, kebutuhan paling mendesak yang dirasakan masyarakat saat ini adalah perbaikan dan peningkatan infrastruktur. Banyak jalan kabupaten yang sudah rusak akibat keterbatasan dana pemeliharaan selama beberapa tahun terakhir. “Kebutuhan masyarakat paling tinggi masih di sektor jalan. Kita akan lihat bagaimana proporsi pinjaman yang bisa digunakan untuk infrastruktur fisik sesuai aturan di PP tersebut,” katanya.

Namun, Parosil menegaskan bahwa pinjaman tidak hanya akan difokuskan pada pembangunan jalan, melainkan juga dapat diarahkan untuk memperkuat pendapatan daerah dan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. “Biasanya pinjaman juga diperbolehkan untuk kegiatan yang bersifat produktif. Ini yang akan kita pelajari lebih dalam,” tambahnya.

Ia menyebut, Pemkab Lampung Barat telah membentuk tim khusus untuk mempelajari regulasi tersebut, baik dari aspek hukum, kebutuhan publik, maupun kemampuan keuangan daerah. “Tim akan mengkaji dari sisi regulasi, kepentingan masyarakat, dan kemampuan fiskal daerah. Baru setelah itu kami akan putuskan langkah yang diambil,” ujarnya.

Dari hasil simulasi awal, Parosil memperkirakan kisaran pinjaman yang realistis diajukan Lampung Barat berada di angka Rp80 miliar hingga Rp100 miliar. Namun, keputusan final tetap memerlukan persetujuan DPRD Lampung Barat. “Semua proses akan transparan dan melalui mekanisme bersama DPRD,” tegasnya.

Selain infrastruktur, kebutuhan air minum bersih menjadi perhatian serius. Lampung Barat yang dikenal sebagai daerah berhawa sejuk dengan 80 persen wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ternyata masih menghadapi persoalan pasokan air bersih yang tidak optimal.

“Sering kali masyarakat mengeluhkan air yang tidak mengalir dengan lancar. Ini karena jaringan distribusi yang sudah tua dan kurang terpelihara. Jadi selain jalan, air bersih juga akan menjadi prioritas utama jika pinjaman bisa direalisasikan,” kata Parosil.

Ia menjelaskan untuk memperbaiki sistem air bersih dibutuhkan dana yang cukup besar, baik untuk pemeliharaan jaringan maupun peningkatan sistem dari hulu hingga ke pemukiman warga. “Kalau hasil kajian menunjukkan kelayakan fiskal dan DPRD menyetujui, maka dua sektor ini infrastruktur dan air bersih akan menjadi fokus utama kita,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Lampung Barat Edi Novial menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya, peluang pinjaman dari pemerintah pusat bisa menjadi solusi di tengah keterbatasan anggaran yang dialami daerah. “Secara prinsip, kami setuju untuk mengkaji hal ini. Karena setiap kali kami turun reses, keluhan masyarakat selalu sama: masalah infrastruktur jalan yang belum tertangani maksimal,” ujarnya.

Edi menilai, dengan penurunan APBD hingga Rp166 miliar, kemampuan daerah dalam menuntaskan berbagai kebutuhan publik memang semakin terbatas. Karena itu, pinjaman dari pemerintah pusat dapat menjadi langkah realistis untuk mempercepat pembangunan. “Kalau regulasi memperbolehkan dan kondisi fiskal memungkinkan, kenapa tidak? Yang penting dilakukan dengan tanggung jawab,” tegasnya.

Namun, ia menekankan bahwa kebijakan pinjaman harus dibahas secara kolektif bersama seluruh fraksi DPRD. “Kami akan bahas bersama 35 anggota DPRD karena lembaga ini bersifat kolektif kolegial. Keputusan harus diambil bersama agar hasilnya berpihak pada masyarakat,” jelasnya.

Edi juga mengingatkan agar pemerintah daerah berhati-hati dalam mengambil keputusan agar pinjaman tidak menjadi beban keuangan di masa depan. “Kita harus cermat, jangan sampai niat mempercepat pembangunan justru menimbulkan beban baru. Karena itu, kajian mendalam dan perencanaan matang menjadi hal wajib,” tandasnya.

Menurutnya, sinergi antara eksekutif dan legislatif sangat penting untuk memastikan kebijakan pinjaman benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat. “Kalau semua dilakukan terbuka dan dengan perhitungan yang tepat, saya yakin Lampung Barat bisa keluar dari tekanan fiskal dengan tetap menjaga pembangunan tetap berjalan,” pungkasnya. (*)