• Senin, 10 November 2025

Cegah Banjir, Warga Angkut Sampah di Irigasi Banjarsari Metro Utara

Senin, 10 November 2025 - 08.59 WIB
30

Sejumlah warga saat melakukan gerakan bersih-bersih saluran irigasi. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Di tengah ancaman banjir pada musim penghujan, belasan relawan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Lokal (GML) Indonesia bersama Bank Sampah Nusantara kembali turun ke saluran irigasi sekunder Banjarsari, Metro Utara, Senin (10/11/2025).

Gerakan yang dilakukan sejak Minggu (9/11/2025) itu fokus pada aksi memungut sisa-sisa kelalaian oknum warga yang dibiarkan menggunung di aliran air kota. Mulai dari plastik, kain, limbah rumah tangga, hingga bangkai hewan.

Kegiatan ini bukan sekadar bersih-bersih, tapi sebuah bentuk perlawanan sunyi terhadap kebiasaan abai yang sudah terlalu lama membudaya, baik di kalangan masyarakat maupun pejabat publik yang seolah baru bergerak ketika kamera menyala.

"Kemarin pagi kami mendapat laporan dari warga bahwa irigasi Banjarsari tersumbat parah. Tanpa menunggu, kami langsung turun,” ujar Ketua GML Indonesia Kota Metro sekaligus Founder Pesantren Sampah Nusantara, Slamet Riadi, Senin (10/11/2025).

Empat keranjang besar sampah berhasil mereka angkut. Tidak ada upacara seremonial, tidak ada foto berjajar mengenakan rompi bersih. Hanya warga, lumpur, dan bau menyengat yang menjadi saksi betapa parahnya krisis sampah di Metro.

Slamet menyebut, seluruh sampah yang dikumpulkan akan dibawa ke Pesantren Sampah Nusantara untuk diolah menjadi paving blok plastik. Sebuah inovasi yang lahir bukan dari rapat kerja, melainkan dari keprihatinan.

"Kami ingin menunjukkan bahwa sampah bisa bernilai. Tapi sebelum bicara nilai, mari bicara tanggung jawab. Sungai, irigasi dan saluran air bukan tempat buang sampah,” katanya.

Pria yang merupakan aktivis lingkungan tersebut menambahkan bahwa kegiatan semacam ini sudah dilakukan berulang kali, karena masalah yang sama tak kunjung selesai.

"Kami sudah dua kali turun bulan ini. Sampahnya ya itu-itu lagi, plastik dan limbah rumah tangga. Lucunya, setiap kali kami bersihkan, beberapa hari kemudian menumpuk lagi,” ungkapnya. 

Kenyataan itu menyindir pedih, dimana Metro yang ingin disebut sebagai kota pendidikan dan kota sehat, justru membiarkan saluran airnya menjadi tempat pembuangan akhir berjalan.

Di satu sisi, warga bergerak dengan alat seadanya. Di sisi lain, pemerintah tampak sibuk menyusun program hijau yang indah di papan reklame tapi tak menetes hingga ke selokan.

Sementara itu, Dwi Adi Saputra, Koordinator Bidang Sampah tersebut menyampaikan bahwa krisis sampah di Metro hari ini bukan semata soal perilaku masyarakat, tapi juga cermin dari lemahnya tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah kota melalui OPD terkait lebih sibuk membangun narasi kota bersih dan sehat ketimbang mengawal sistem pengelolaan sampah yang efektif. Program yang dijalankan sering kali berhenti di seremoni, tanam pohon di depan kamera, bersih-bersih di satu hari tertentu, lalu lupa di hari berikutnya.

Banjir mungkin bisa disalahkan pada hujan, tapi genangan ketidakpedulian ini lahir dari birokrasi yang lebih sibuk menghitung proyek daripada menghitung risiko. Jika pemerintah hanya datang setelah air meluap, maka sesungguhnya yang tenggelam bukan rumah warga, melainkan wibawa pemerintahan yang kehilangan arah moralnya. (*)