• Rabu, 12 November 2025

Kejagung Sebut 459 Kades Terjerat Korupsi Dana Desa pada 2025 Naik 66 Persen

Rabu, 12 November 2025 - 13.11 WIB
19

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI, Reda Manthovani, saat memberikan keterangan, Rabu (12/11/2025). Foto: Ria/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala desa (Kades) dalam melakukan pengelolaan dana desa terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir.

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Reda Manthovani mengungkapkan, pada tahun 2023 tercatat 187 kepala desa yang terlibat kasus korupsi dana desa. Angka ini melonjak menjadi 275 kepala desa pada tahun 2024 atau naik sekitar 47,6 persen.

Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri peningkatan kapasitas pengelolaan koperasi desa/kelurahan merah putih mitra adhyaksa dan penyerahan bantuan CSR sarana UKM prasarana koperasi desa/kelurahan merah putih di Gedung Pusiban, Rabu (12/11/2025).

"Untuk tahun 2025, berdasarkan catatan kami hingga bulan September, terdapat 459 kepala desa yang terjerat kasus serupa. Artinya, naik 66 persen dibanding tahun 2024, dan jika dihitung sejak 2023, peningkatannya lebih dari 100 persen," ujar Reda.

Menurutnya, meskipun peningkatan terjadi secara nasional, kasus di Provinsi Lampung tergolong tidak banyak. Ia berharap ke depan, seluruh wilayah, termasuk Lampung, dapat menekan angka pelanggaran tersebut hingga nol kasus pada tahun 2026.

"Di Lampung ada tapi tidak banyak. Kami ingin tren ini menurun. Karena itu, saya sudah meminta kepada seluruh Kejati untuk benar-benar mengawasi sistem pertanggungjawaban keuangan desa. Jangan sampai laporan yang masuk ke sistem Kemendagri hanya bersifat formalitas," tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Kejaksaan kini tengah menerapkan aplikasi Jaga Desa sebuah platform pengawasan berbasis digital yang bertujuan membantu pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Melalui aplikasi ini, diharapkan kepala desa dapat lebih berhati-hati dan memahami prosedur administrasi dengan baik sehingga tidak terjerumus dalam tindak pidana korupsi.

"Tujuannya bukan untuk menakut-nakuti atau mendiskriminalisasi kepala desa. Kalau ada masalah, kami dorong agar dicari solusi lebih dulu melalui Inspektorat. Hanya bila tidak ditemukan titik temu dan terbukti ada pelanggaran serius, baru dilakukan penegakan hukum," katanya lagi. 

Lebih lanjut, Reda menegaskan bahwa pendekatan Kejaksaan kini mengedepankan pemulihan dan pencegahan bukan sekadar penindakan.

"Kalau memang ada masalah dalam pengelolaan keuangan desa, maka fokusnya adalah memulihkan keuangan yang hilang. Itu yang kami sebut pemulihan, bukan pembinaan," katanya. (*)