• Rabu, 03 Desember 2025

Warga Kotaagung Protes Jatah Bantuan Disunat, Pertanyakan Aturan dan Transparansi

Rabu, 03 Desember 2025 - 14.20 WIB
42

Pemberian bantuan pangan non-tunai (BPNT) di Balai Pekon Kotaagung, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, Rabu (3/12/2025). Foto: Ist

Kupastuntas.co, Tanggamus - Warga Pekon (Desa) Kotaagung, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, memprotes pengurangan bantuan pangan non-tunai (BPNT) yang mereka terima pada pembagian yang berlangsung di Balai Pekon setempat, Rabu (3/12/2025).

Bantuan yang seharusnya berupa beras 20 kilogram dan minyak goreng 4 liter, dilaporkan hanya diberikan 10 kilogram beras dan 2 liter minyak goreng kepada setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Warga mengaku kecewa karena jumlah bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan surat undangan resmi yang mereka terima.

Dalam undangan tersebut tertulis bahwa setiap KPM berhak atas paket penuh sesuai ketentuan nasional. “Di undangan tertulis 20 kilo dan 4 liter. Yang dibagi cuma setengahnya. Kami ingin kejelasan,” ujar salah satu penerima bantuan yang minta tidak dituliskan namanya.

Program ini merupakan bagian dari distribusi nasional yang mulai disalurkan sejak 21 November 2025, dengan penegasan pemerintah bahwa paket bantuan beras 20 kilogram dan minyak 4 liter wajib dibagikan utuh dan merata kepada seluruh penerima resmi.

Protes warga bukan hanya soal pengurangan jumlah, tetapi juga terkait ketidaksesuaian dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Menurut keterangan warga, ada penerima bantuan yang tidak termasuk dalam DTKS, namun tetap menerima.

Sebaliknya, beberapa warga yang terdata resmi dalam DTKS justru menerima bantuan hanya setengah jatah, yakni 10 kilogram beras dan 2 liter minyak.

Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah pekon melakukan pola pemerataan yang tidak sesuai aturan.

Kekhawatiran juga muncul bahwa penyaluran bantuan cenderung menguntungkan kelompok tertentu yang memiliki kedekatan dengan aparat pekon.

Kepala Pekon Kotaagung, Neneng, memberikan penjelasan atas polemik yang berkembang.

Ia menyebut pola pembagian setengah jatah tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan berbagai unsur pekon.

“Iya bang, itu sudah hasil musyawarah. Memang setiap KPM hanya menerima 10 kilogram beras dan 2 liter minyak goreng. Sisanya dari jatah mereka kita serahkan kepada warga yang tidak dapat bantuan,” ujar Neneng.

Menurutnya, keputusan tersebut dibuat setelah rapat bersama aparat pekon, ketua BHP, tokoh masyarakat, dan tokoh adat setempat, yang disebutkan bertujuan agar lebih banyak warga dapat menerima bantuan meski secara terbatas.

Namun, pernyataan ini justru semakin memperkuat penilaian warga bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai ketentuan nasional, mengingat bantuan memiliki alokasi individu berdasarkan data resmi Kemensos melalui DTKS.

Aktivis Lembaga Analisis Kebijakan Publik (Lankip) Tanggamus, Panroyen menegaskan, secara regulasi, pemerintah pekon tidak memiliki kewenangan memotong atau membagi ulang jatah bantuan KPM.

Hal ini ditegaskan dalam, Permensos No. 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan DTKS, dan Permensos No. 5 Tahun 2021 tentang Program Sembako dan BLT.

Kedua regulasi tersebut menyatakan penetapan penerima bantuan adalah kewenangan Kementerian Sosial, besaran bantuan tidak boleh diubah oleh pemerintah desa/pekon.

Kemudian, perubahan data harus melalui verifikasi resmi Dinas Sosial, bukan berdasarkan musyawarah internal pekon.

"Pemerintah desa hanya bertugas menyalurkan, bukan memutuskan atau membagi ulang porsi bantuan," tegas Panroyen.

"Dengan demikian, pembagian setengah jatah yang diterapkan Pekon Kotaagung dinilai bertentangan dengan regulasi tersebut," tambah Panroyen.

Warga Pekon Kotaagung meminta Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan Dinas Sosial melakukan pengecekan langsung ke lapangan. Mereka berharap ada verifikasi ulang daftar penerima, investigasi terkait dugaan pembagian tidak sesuai aturan, dan penegasan agar bantuan diberikan penuh sesuai hak KPM tanpa intervensi lokal

"Bantuan pangan merupakan kebutuhan vital, sehingga penyaluran harus berjalan transparan dan adil," ujar Adi, warga lainnya. (*)