• Senin, 15 Desember 2025

DPRD Lampung Nilai Program Hutan Karbon Positif, Minta Lokasi di TNWK Dikaji Selektif

Senin, 15 Desember 2025 - 17.49 WIB
53

Wakil Ketua DPRD Lampung, Kostiana. Foto: Sandika/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung menanggapi wacana Kementerian Kehutanan yang merencanakan pemanfaatan karbon di sebagian zona pemanfaatan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Program hutan karbon tersebut dinilai memiliki tujuan yang baik, namun implementasinya harus dilakukan secara selektif, sistematis, dan berbasis kajian mendalam.

Wakil Ketua I DPRD Provinsi Lampung, Kostiana, menilai bahwa secara prinsip pengembangan hutan karbon merupakan langkah positif pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan menekan laju deforestasi yang selama ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

Menurutnya, pemanfaatan karbon di kawasan konservasi telah diterapkan di banyak negara, sementara Indonesia baru mulai menjalankannya setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 yang membuka ruang regulasi pemanfaatan karbon di kawasan konservasi. 

"Tujuan pemerintah untuk reboisasi, mencegah pembalakan liar, serta menekan risiko bencana patut diapresiasi. Kerusakan hutan terbukti berdampak langsung pada meningkatnya bencana alam, seperti banjir dan longsor,” ujar Kostiana saat diwawancarai, Senin (15/12/2025).

Ia menambahkan, dalam beberapa waktu terakhir setidaknya terdapat tiga provinsi di Pulau Sumatera yang mengalami bencana akibat terganggunya fungsi hutan sebagai cadangan air dan penyangga ekosistem.

Selain itu, hutan karbon memiliki fungsi strategis dalam menyerap dan menyimpan karbon dioksida guna menekan dampak pemanasan global dan efek rumah kaca

Meski demikian, Kostiana menegaskan bahwa pemilihan lokasi program hutan karbon menjadi persoalan krusial.

Ia menilai, Provinsi Lampung masih memiliki banyak kawasan hutan lain yang mengalami degradasi dan deforestasi, yang justru lebih tepat dijadikan lokasi pengembangan hutan karbon dibandingkan TNWK.

"Tidak harus kawasan konservasi gajah. Masih banyak hutan di Lampung yang lebih tepat dan bisa direboisasi untuk cadangan hutan karbon,” tegasnya.

Menurut Kostiana, TNWK telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi satwa langka, khususnya gajah Sumatera, serta merupakan warisan dunia yang harus dijaga secara ketat.

Selain gajah, kawasan ini juga menjadi habitat satwa lain seperti kijang, rusa, hingga badak bercula satu.

Ia khawatir, apabila tidak direncanakan secara cermat, program tersebut berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem dan habitat satwa liar.

Namun demikian, ia tidak menutup kemungkinan adanya dampak positif dari program tersebut, salah satunya dalam upaya menekan konflik antara manusia dan gajah.

Selama ini, sekitar 71 desa penyangga TNWK kerap mengalami gangguan akibat masuknya gajah ke permukiman warga.

Program tertentu yang dirancang dengan baik dinilai dapat menjadi bagian dari solusi pengendalian konflik satwa dan manusia.

Senada dengan itu, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Garinca Reza Pahlevi, menegaskan bahwa TNWK memiliki peran strategis sebagai kawasan konservasi nasional dan internasional.

Kawasan tersebut bahkan telah diakui dunia sebagai warisan dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Garinca menilai bahwa secara substansi program hutan karbon bertujuan baik, namun tetap harus dijalankan secara selektif dan berbasis kajian ilmiah yang komprehensif.

"Tujuannya bagus, tetapi pemilihan lokasi harus sangat hati-hati. TNWK bukan hanya kawasan hutan biasa, melainkan pusat konservasi satwa langka yang harus dijaga keutuhannya,” ujarnya.

Ia kembali menekankan bahwa masih banyak kawasan hutan di Lampung yang lebih tepat dijadikan lokasi pengembangan hutan karbon, terutama hutan-hutan yang telah mengalami degradasi dan membutuhkan pemulihan.

Sementara itu, sebelumnya Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa revisi zonasi di TNWK tidak bertujuan membuka ruang aktivitas ekstraktif atau wisata komersial.

Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi Kementerian Kehutanan, Ahmad Munawir, menjelaskan bahwa perubahan sebagian kecil zona inti menjadi zona pemanfaatan semata-mata untuk mengakomodasi ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 terkait pemanfaatan karbon.

"Pemanfaatan karbon tidak boleh merusak lingkungan. Satu pohon pun tidak boleh ditebang, karena jika pohon ditebang, karbon akan lepas dan nilai karbonnya hilang,” tegas Munawir.

Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Zaidi, menambahkan bahwa TNWK dipilih sebagai proyek percontohan nasional pemanfaatan karbon di kawasan konservasi. Jika berhasil, regulasi serupa akan diterapkan di seluruh Indonesia. (*)