• Rabu, 17 Desember 2025

YLKI Desak Penindakan Tegas Usai Temuan 126 Produk Pangan Bermasalah Jelang Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 - 14.05 WIB
15

Ketua YLKI Lampung, Subadra Yani. Foto: Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Provinsi Lampung menyoroti serius temuan ratusan produk pangan bermasalah dalam pengawasan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Temuan tersebut dinilai mencerminkan lemahnya pengawasan di jalur distribusi pangan, khususnya di pasar modern.

Berdasarkan hasil intensifikasi pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandar Lampung, ditemukan 126 pieces produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Rinciannya, 11 item produk tanpa izin edar sebanyak 103 pieces, empat item produk kedaluwarsa sebanyak 21 pieces, serta satu item produk rusak sebanyak dua pieces.

Ketua YLKI Lampung, Subadra Yani, menilai temuan ini menjadi alarm bagi pelaku usaha agar tidak abai terhadap kewajiban menjamin keamanan pangan bagi konsumen. Menurutnya, pasar modern seharusnya memiliki sistem pengecekan berlapis sebelum produk dipajang dan diperjualbelikan.

BACA JUGA: BBPOM Bandar Lampung Temukan 126 Produk Bermasalah Saat Pengawasan Pangan Nataru

“Pasar modern harus benar-benar melakukan cek dan ricek terhadap produk pangan yang layak maupun tidak layak jual. Jalur distribusi ini harus dibina secara serius agar pelanggaran tidak terus berulang,” ujar Subadra, Rabu (17/12/25).

Ia menegaskan, setiap pelanggaran, sekecil apa pun, seharusnya sudah menjadi dasar untuk dilakukan pembinaan. Namun jika pelanggaran terjadi berulang atau masuk kategori berat, maka penindakan hukum wajib diterapkan.

“Kalau ditemukan tiga produk saja sebenarnya sudah sudah cukup untuk pembinaan. Tapi jika pelanggaran sering terjadi dan masuk kategori berat, sanksinya bisa sampai pencabutan izin usaha,” tegasnya.

Subadra juga mengingatkan bahwa peredaran produk pangan kedaluwarsa merupakan pelanggaran serius yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen. Ia menyebut ancaman sanksi terhadap pelaku usaha cukup berat.

“Produk kedaluwarsa itu ancamannya tinggi, bisa dikenakan denda hingga Rp2 miliar dan pidana penjara dua tahun,” katanya.

YLKI mendorong agar setiap proses pembinaan dicatat secara transparan sebagai bahan evaluasi. Jika kesalahan yang sama terus berulang, penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus dilakukan secara tegas.

“Terkait pencabutan izin usaha, itu merupakan kewenangan pemerintah daerah. BPOM harus berkoordinasi dengan pemda agar penegakan aturan berjalan maksimal demi melindungi hak konsumen,” pungkas Subadra. (*)