Kisruh SPMB SMA di Kota Metro, Pengamat Minta DPRD Bongkar Dugaan Kecurangan

Aktivis Gerakan Transparansi Rakyat (Getar) Kota Metro, Toma Alfa Edison dan Pengamat kebijakan publik Universitas Dharmawacana Metro, Pindo Riski Saputra. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Metro - Usai sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Metro mengumumkan hasil pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, kini hal tersebut kembali menjadi sorotan publik. Di tengah harapan orang tua terhadap sistem yang adil dan transparan, sejumlah indikasi kecurangan mencuat ke permukaan.
Salah satu yang paling disorot adalah dugaan manipulasi data perpindahan tugas orang tua demi mendapatkan kuota afirmasi atau jalur perpindahan tugas, yang seharusnya ditujukan bagi keluarga aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, atau pekerja formal lain yang sah dan terverifikasi.
Ketimpangan tersebut dinilai telah mencederai semangat pemerataan akses pendidikan, bahkan dikhawatirkan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem domisili yang sejatinya dirancang untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pendidikan.
Isu ditemukannya sejumlah dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan oleh calon peserta didik untuk mengklaim kuota perpindahan tugas menjadi perbincangan publik.
Dokumen surat tugas dari instansi luar daerah yang mencurigakan, mutasi jabatan yang tak tercatat di lembaga resmi, hingga perpindahan domisili yang mendadak dan tidak sinkron dengan data kependudukan menjadi pola yang berulang.
Pengamat kebijakan publik Universitas Dharmawacana Metro, Pindo Riski Saputra, menyebut bahwa praktik semacam ini merupakan anomali terstruktur yang dibiarkan hidup di antara celah regulasi.
"Dugaan modus manipulasi data perpindahan tugas ini bukan barang baru. Tapi ironisnya, selalu ada pembiaran. Sistem kita lemah dalam verifikasi lapangan. Ketika surat tugas bisa dibuat tanpa mekanisme audit dan koordinasi lintas instansi, maka sistem seleksi ini hanya jadi panggung formalitas,” kata Pindo, saat dikonfirmasi, Kamis (26/6/2025).
Baca juga : Analis Soroti Ancaman Carut Marut SPMB SMA di Metro
Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya merugikan calon siswa lain yang memenuhi syarat secara sah, tetapi juga membuka peluang bagi percaloan dan jual beli kursi sekolah.
Di beberapa sekolah favorit seperti SMA Negeri 1 Metro dan SMA Negeri 3 Metro, keluhan orang tua mulai mengemuka. Mereka menilai sistem SPMB telah dikotori oleh oknum-oknum yang mencari celah dari kebijakan jalur perpindahan.
"Saya juga mendapatkan informasi, seorang anak yang tinggal di Metro sejak lahir, nilai akademiknya bagus, tapi tidak lolos. Sedangkan ada siswa dari SMP di Metro yang orang tuanya juga bekerja di Metro, tiba-tiba diterima lewat jalur perpindahan. Ini bukan keadilan, ini penghinaan terhadap yang taat aturan,” ungkap Pindo.
Pihak sekolah sendiri berada di tengah pusaran dilema. Pihak sekolah seolah tak tahu-menahu lantaran alasan mereka hanya menjalankan instruksi teknis dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
"Saya pernah berdiskusi dengan salah satu pihak sekolah. Mereka mengaku semua tahapan diikuti berdasarkan juknis. Verifikasi dokumen bukan ranah sekolah sepenuhnya, karena dokumen sudah diajukan melalui sistem provinsi. Maka hari ini sekolah serba salah,” ujarnya.
Baca juga : Prestasi Olahraga Terabaikan, KONI Kritisi SPMB SMA di Metro Lampung
Pindo menilai, lemahnya mekanisme verifikasi faktual di lapangan dan absennya keterlibatan aktif lembaga pengawas independen menjadi celah utama dugaan manipulasi ini berlangsung.
"Seharusnya Dinas Pendidikan melibatkan Inspektorat, Ombudsman, bahkan KPK jika menyangkut dugaan pemalsuan dokumen negara. Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi potensi tindak pidana pemalsuan data,” tegasnya.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan forum orang tua murid mendesak agar DPRD Kota Metro segera turun tangan dengan melakukan investigasi menyeluruh terhadap praktik dugaan manipulasi data dalam proses seleksi ini.
"Kami meminta DPRD menjalankan fungsi pengawasannya. Tidak bisa dibiarkan jika ada praktik manipulatif yang melibatkan institusi pendidikan dan merugikan siswa yang seharusnya lolos. Ini urusan masa depan anak-anak Metro,” kata aktivis Gerakan Transparansi Rakyat (Getar) Kota Metro, Toma Alfa Edison.
Toma menilai, DPRD tidak cukup hanya menunggu laporan, tapi harus proaktif memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, kepala sekolah, dan orang tua yang diduga menggunakan dokumen tidak sah.
"Kami akan ajukan permohonan resmi ke Ombudsman RI dan DPRD Kota Metro agar dilakukan audit. Tidak boleh ada siswa yang tersingkir hanya karena kalah manipulasi,” ucap Toma.
Kisruh SPMB di Metro menjadi cerminan buram dari sistem pendidikan yang belum sepenuhnya berpihak pada prinsip keadilan. Ketika integritas sistem digerogoti oleh praktik manipulatif, maka yang menjadi korban bukan hanya siswa dan orang tua, melainkan masa depan pendidikan itu sendiri.
"Kalau anak-anak sudah melihat bahwa ketidakjujuran bisa menang sejak dari bangku sekolah, maka kita sedang menciptakan generasi yang belajar bahwa aturan bisa dilanggar demi kepentingan pribadi. Itu alarm bahaya paling keras bagi republik ini,” tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Kuota Terpenuhi, SMAN 2 Metro Pastikan 324 Murid Diterima Melalui Verifikasi Ketat
Kamis, 26 Juni 2025 -
Polisi Tangkap Maling Motor Spesialis Parkiran Masjid di Kota Metro
Kamis, 26 Juni 2025 -
Stok Darah PMI Kota Metro Terbatas, Permintaan Capai 2.146 Kantong per Bulan
Rabu, 25 Juni 2025 -
Perpani Kota Metro Targetkan Tiga Emas di Kejurnas Panahan Junior di Jateng
Selasa, 24 Juni 2025